[from Sehun, to]
One year ago.
Hari ini adalah yang paling gue tunggu. Berhubung tahun lalu gue kalah dalem kompetisi, maka gue udah bikin persiapan lebih biar bisa tempur dengan bangga.
Berbagai referensi gue cari dengan serius, bahkan gue konsul sama dosen terbaik.
Karya tulis gue lolos.
Dan sekarang babak penyisihan.
Masing-masing peserta harus presentasi buat ngeyakinin juri seberapa besar pemahamannya terhadap karya sendiri. Bakal ada sesi tanya jawab juga dengan beberapa bahasa, gue udah siap.
Di dalem ruangan saat ini ada tiga orang, satu diantaranya cewek, satu lagi cowok dan gue tentunya.
Presentasi peserta cowok pertama itu bagus banget, dia percaya diri dan bisa jawab pertanyaan juri dengan lancar.
Giliran ke dua adalah gue.
Gue maju dan persiapin power point. Setelah berdoa dan memantapkan diri, gue mulai presentasi.
Dari awal sampe pertengahan semua lancar, begitu pun nyampe ke akhir. Juri baca-baca lagi abstrak gue atau karya tulis yang udah disiapin.
Sesi pertanyaan pun dimulai.
"Plagiat."
Gue ngernyitin halis, apa gue salah denger?
Tapi ternyata bukan cuman gue doang yanh ngerasa, beberapa juri langsung nengok ke arah sumber suara.
"Maaf?" Kata salah satu juri.
"Sorry Ms. Saya hanya merasa beberapa bagian yang peserta tersebut paparkan sama persis dengan ide milik saya."
Gue kaget.
Apa?
Tapi ini semua original gue yang bikin, mana mungkin gue ngambil ide orang?
Semua juri langsung ngeliat dia dengan serius.
"Apa maksud kamu? Aku gak pernah ngambil ide siapa pun, semua asli bikinan ku. Kalau pun memang dari referensi aku cantumkan dengan lengkap."
"Lalu, kamu dapat bagian 3 penjelasan power point slide lima itu dari mana?"
"Itu hasil diskusi aku dengan salah seorang teman."
"Para juri yang terhormat saya rasa ada baiknya untuk melihat daftar pustaka karya tulis peserta di depan."
Hah?
Apa-apaan dia.
Semua juri langsung ngikutin instruksi yang dia bilang, tapi kok gue jadi kesel sendiri.
"Ide tersebut pernah saya publikasikan di web pribadi saya, tercantum sejak tahun lalu. Jika para juri yang terhormat tidak bisa menemukan alamat referensi web pribadi saya dalam daftar pustaka peserta di depan, bukan kah ini sudah menyalahi aturan? Kompetisi ini menetapkan tegas dalam karya orisinil peserta. Bahkan dia tidak melakukan etika dalam mengutip dengan baik dan benar. Ide tersebut murni saya lakukan dengan observasi mendalam selama satu tahun, saya harap para juri yang terhormat bisa mempertimbangkan kelanjutan dari tindakan tidak terpuji yang peserta tersebut lakukan."
Gue diem.
Gak bisa lagi ngapa-ngapain, saat juri nutup karya tulis gue dan diskusi lama.
Jantung gue deg-degan.
Hal yang gue tunggu tiba, pada akhirnya juri mutusin buat mempertimbangkan gue. Damn it! Gue dan cewek yang sama sekali gue gak tau namanya itu dibawa ke ruang panitia dan diinterogasi.
Gue jawab sejujur mungkin apa adanya. Tapi cewek itu tetep nyudutin gue, sampe gue hilang kesabaran dan minta Arab buat datang ikut ngejelasin.
Setelah Arab datang, permasalahan pun clear.
Tapi sayangnya,
Gue didiskualifikasi, cewek itu juga. Juri bilang karya gue gak orisinil dan nyalahin aturan sedangkan tuh cewek dianggap gak punya manner dan attitude.
Rasanya emang impas, tapi gue tau dia rugi lebih banyak.
Arab nyoba buat selesaiin masalah kita berdua, permasalahan emang beneran beres tapi sayang tuh cewek benci sama gue.
Tapi Lo bayangin, tahun depan gue lulus dan gak berkesempatan ikutan lomba lagi sebagai mahasiwa dan dia jadi dalang musnahnya mimpi gue. Thanks gue pun gak punya alasan buat gak benci dia.
Omaygad!
Gue berhenti ngelamun setelah jari kena panci panas. Nginget kejadian lalu bikin gue gak sadar mie yang dimasak udah mateng. Buru-buru gue tuangin mangkok dan menuju laptop balik main Skype.
"Lama banget sih kamu idung babi."
Sudah jelas lah ya itu siapa yang ngomong.
"Iyah nih, aku malah ngelamun."
"Lamunin apaan?"
"Mm, enggak. Kamu udah makan belum?"
"Udah lah."
"Ohh."
"Ose."
"Apa?"
"Sekarang kalau ketemu keluarga aku gak ditanya baby lagi loh."
"Iyah lah orang akunya juga ada disini, kamu mau bikin sama siapa coba."
"Ngomong apa sih kamu."
"Ambil aja hikmahnya, kamu jadi gak cape ladenin mereka."
"Iyah sih. Btw kamu kalau nanti punya anak, anak pertamanya mau cewek atau cowok?"
Gue diem.
Gak ngelanjut makan.
Apa maksud coba seulgi nanya kayak gitu?
Dia udah siap punya anak? Apa gimana?
Ini gue bingung.
"Kamu udah siap hamil?"
Lah malah dia yang diem.
"Kamu ngajak berantem?"
"Kan kamu nanya yaudah aku jawab."
"Ya maksud aku tuh, siapa tau entar kau mau nikah lagi atau cari perempuan baru."
Ohh gitu. Kirain gue seulgi yang udah siap punya anak.
"Cowok."
"Kenapa?"
"Ya kamu bayangin aja, kalau aku nemuin satu cewek lagi yang nyebelin kayak kamu, kasian entar anak aku. Orang lain kalau kesel sama dia gak bisa nonjok gak bisa ngomong kasar, kalau cowok seengaknya bisa aku jitak andai dia ngewarisin sifat nyebelin kamu."
Wajah Seulgi tiba-tiba merah, guys!
"Kamu kenapa?"
Beep!
Eh anjir dimatiin. Emang gue salah ngomong ya?
n o t e d
Jadi itu alasan mereka saling benci. Diawal pertemuan mereka udah kebiasaan manggil aku-kamu, meskipun kalau sama temen atau narasi lo-gue. Sehingga, kebiasaanya sulit dirubah.
See ya, in next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfetic Tone
Romance𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙛𝙞𝙣𝙞𝙨𝙝 Dipertemukan takdir sebagai sejoli adalah keajaiban semesta akan pengaturan manusia. Hal ini berlaku bagi mereka yang bersama atas nama cinta. Namun, bagaimana jika bahtera rumah tangga justru menyatukan dua orang tak sal...