[from Sehun, to]
Harapan gue ilang.
Musnah begitu aja.
Sekitar dua bulan lalu, gue tanda tangan kontrak sama salah satu perusahaan Singapura bikin applikasi penunjang software yang rencananya bakal dikenalin ke publik tahun depan. Mirip kayak Microsoft tapi ini jauh lebih fleksibel dan efektif sekaligus jadi media promosi seluruh produk mereka.
Untung yang bakal gue dapet dikisaran 10 Trilliun itu pun dalam bentuk kerjasama berkala. Bukan cuman satu project yang bakal gue selesein tapi kalau ini berhasil ada project-project selanjutnya yang siap ditanda tangani.
Sayang, ide produk gue bocor ke internet padahal gue gak pernah sekali pun upload. Penyelesaiian applikasi itu baru setengah jalan tapi justru dirampungin sama perusahaan pesaing.
Ya, tepatnya ide ini bocor ke perusahaan pesaing. Dan gue dituntut ganti rugi sesuai dengan kesepakatan kontrak andaikata project ini gak berjalan mulus. Total yang harus gue ganti dengan kerugian yang mereka ajukan sebesar 35 Trilliun. Karena ya, ide itu hasil kami antara perusaahan Singapura dan gue bukan pure punya gue seorang.
Yang tahu tentang ide ini cuman petinggi perusahaan, tim khusus, gue dan beberapa orang kepercayaan. Jelas gak ada orang yang bisa ngebocorin tentang project ini selain kami yang terlibat dan perusahaan Singapura nuduh gue. Clear.
Papah dari tadi sibuk ngehubungi kolega sama temen-temen deketnya buat minta bantuan, beberapa temen Mamih di firma hukum juga rencananya mau ketemu gue besok dan ngobrolin ini untuk sidang di pengadilan.
Disamping gue ada seulgi, dia stay nemenin dan gak pergi kemanapun.
"Sejak kapan kesebar di internet?"
"Seminggu yang lalu, waktu kalian liburan. Kondisi kamu yang susah di hubungi bikin mereka nuduh yang enggak-enggak."
Gue diem, otak gue mikir ini itu tapi semua buntu.
"Abang juga tau tentang project ini, bukan Abang kan yang bocorin ke internet?"
"Kamu nuduh Abang?"
"Karena cuman Abang yang ngancem aku milih perusahaan atau Seulgi."
"Hell Sehun! Kamu pikir Abang serius? Kamu beneran nyangka Abang bakal ambil alih perusahaan atau seulgi gitu? Enggak lah."
"Maksud Abang apa!"
Gue jadi emosi, apa sih maunya bang Chanyeol!
"Abang emang yang pertama dikasih tau perusahaan Singapura tentang hal ini, itu karena Abang satu-satunya relasi mereka di circle kamu. Papah mana kenal apalagi Mamih dan yang lain. Logis emang kalau Abang tersangkanya tapi malah Abang yang bongkar? Mikir dong, Hun! Kamu jangan gelap mata kayak gini."
"Jadi Abang selama ini cuman bercanda? Saat Abang nyaris aja ngehancurin hidup aku?"
"Ngehancurin? Abang mungkin suka sama seulgi! Tapi Abang sekalipun gak pernah bakal ngambil perusahaan atau istri kamu, Abang emang nyesel gak nikahin seulgi tapi bukan berarti Abang bakal ngerusak hubungan kalian! Lagian, ini salah kamu Hun kalau cinta kenapa gak bilang cinta, malah bikin seulgi nangis mulu karena hal ini itu."
"Ini pernikahan aku bang! Gak ada hak Abang buat ikut campur!"
"Ok Abang emang salah. Tapi perusahaan bukan Abang pelakunya."
"Aku gak percaya."
"Hun! Abang gak mungkin ngejebak kamu."
"Ose."
Hah.
Gue hampir ilang kendali dan mukul Abang andai seulgi gak nahan.
"Sekali pembohong tetep pembohong! Gimana bang? Bangga liat adeknya susah?"
"Ada apa ini?"
Papah masuk ke ruangan. Shit.
"Apa yang terjadi diantara kalian. Papah pengen tahu."
Gue capek.
Males gue harus debat lebih panjang dari ini.
"Tanya tuh anak kesayangan Papah, seberapa seneng dia sekarang udah berhasil hancurin adeknya?"
Gue cabut.
Ya, i don't care. Persetan lah sama semuanya.
See ya, in next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfetic Tone
Romance𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙛𝙞𝙣𝙞𝙨𝙝 Dipertemukan takdir sebagai sejoli adalah keajaiban semesta akan pengaturan manusia. Hal ini berlaku bagi mereka yang bersama atas nama cinta. Namun, bagaimana jika bahtera rumah tangga justru menyatukan dua orang tak sal...