11(Revisi)

12.8K 482 7
                                    

"Entahlah semoga menjadi kabar baik kalaupun buruk semoga menjadi yang terbaik nantinya"

****

Setelah selesai sholat Sania bergegas keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah karena mendengar suara mobil ayahnya yang baru saja pulang mungkin sekalian dengan ibunya.

Dan benar saja sesampainya Sania diruang tamu ada yang mengucap salam dan mengetuk pintu rumahnya. Sania segera membukakan pintu untuk orang terkasihnya.

Tok...tok...tokk..

"Assalamu'alaikum" salam ayah dan ibu Sania bersamaan.

"Wa'alaikum salam, sebentar" ucap Sania sembari bergegas membukakan pintu untuk kedua orangtuanya. Dan langsung disambut pelukan oleh Sania.

"Anak ayah manja sekali, udah mau nikah masa gini terus" goda sang ayah diakhiri tawanya.

"Ayo masuk dulu nak, kamu nggak malu diliatin tetangga nanti" ibu Iza mengingatkan dengan kekehannya.

"Ih ayah kok gitu hmmm ibu juga Sania nggak malu kok" begitu bodoamatnya seorang Sania dengan memanyunkan bibirnya.

"Iya udah ayo masuk dulu" bujuk ayah lagi dan dingguki kedua bidadarinya.

"Nak kamu sudah makan belum" tanya bu Iza di sela mereka berjalan ke ruang keluarga.

"Belum bu, Sania sengaja nunggu ibu sama ayah biar bisa makan malam bersama" antusias Sania, mirip seperti anak kelas lima SD.

"Ya sudah kita makan dulu ya setelah itu kamu istirahat besok kan sekolah nak mau ujian juga kan" ujar ibu yang langsung diangguki oleh Sania.

Begitulah Sania sang putri selalu menurut akan apapun ucapan kedua orang tuanya.

Mereka makan dengan nikmat, seperti biasa keadaan saat makan hening dan hanya ada suara ketukan sendok dan piring yang saling bersautan.

Setelah ritual makan malam bersama Sania ingin membereskan sisa makanan dan piring kotor agar setelahnya bisa langsung istirahat karena besok sudah kembali masuk sekolah. Namun kegiatannya dihentikan oleh ayahnya karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan ayah pada Sania.

"Beresinnya nanti saja nak, ayah ingin mengatakan sesuatu padamu" serius ayah yang menyela saat Sania akan beranjak dari duduknya dan bersiap membereskan piring kotor yang ada dimeja makan.

"Baik ayah silahkan" mengangguk, kini Sania menuruti karena melihat ayahnya yang akan mengarah pada pembicaraan serius.

"Acara perjodohan kamu dengan cucu sahabat kakekmu sepertinya dipercepat nak, tadi budhe bilang setelah kamu selesai ujian kamu akan bertemu dengan laki-laki yang akan dijodohkan denganmu" ada helaan nafas setelah ayah mengatakan itu pada Sania.

"Jadi acara perjodohannya dipercepat yah?" Terkejut Sania dan langsung bertanya pada sang ayah barangkali salah pendengarannya.

"Iya nak, bagaimana kamu apa tidak apa-apa?" Ada rasa tak tega disini, namun keputusan sudah bulat, ayah Ilham hanya bisa mensuport putrinya saja.

"Kalau kamu tidak suka ataupun keberatan ayah akan bilang pada budhemu nak" ujar ibu yang berusaha menenangkan putrinya ini.

"Tidak apa yah, bu. InsyaAllah Sania siap dan ikhlas semoga saja ini jadi yang terbaik buat Sania yah, bu" senyum tulus tercetak di bibir manis Sania meski setiap katanya terdengar sendu di telinga kedua orang tuanya.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang