63

11K 449 14
                                    

"Jika cinta datang hanya untuk membuat sebuah pengharapan tanpa berbuah kebahagiaan mungkin aku terlalu banyak berangan akan keindahan tanpa memikirkan hal yang sewaktu waktu berujung pilu"

****

"Miris sekali nasibku..."

Flashback

Beberapa tahun yang lalu aku begitu dekat dengan dia. Ya gus Aji, bisa dibilang banyak yang iri dengan kedekatan kami meski terbilang berbatas, tetap saja namanya iri akan menimbulkan efek yang membahayakan.

Aku sendiri kadang sampai ditatap benerapa santri yang lain. Kenapa bisa dekat dengan gus Aji? Jawabannya abi adalah sahabat kyai Sulaiman, kami dekat karena dulu sewaktu kecil gus Aji sering dititipkan dirumah karena kyai dan nyai sibuk mengurus pondok, jadilah abi dan umi sukarela merawat gus Aji sama seperti merawatku.

Aku pindah, awalnya ada kesedihan. Namun Allah begitu baik, begitu aku lulus tsanawiah aku dikirim ke pesantren kyai Sulaiman. Meski peraturan dipesantren begitu ketat tapi aku masih bisa bertemu dengan gus Aji karena seringnya aku bersama dengan nyai.

Tiga tahun membuatku berpisah kembali, ketika gus Aji memutuskan untuk melanjutkan studinya di Mesir dan aku memutuskan untuk berkuliah dikota dan kembali pada keluarga.

Memang benar tidak ada kata persahabatan diantara laki laki dan perempuan. Aku akui rasa ini tumbuh ketika terlalu sering bersama meski masih berjarak, tetap saja jika sebuah perhatian selalu membuat nyaman aku bisa apa?

Aku hanya bisa menunggu dalam diam dan doa, menanti waktu demi waktu berjalan dengan anggunnya. Menikmati siang malam dengan rindu yang selalu bersemayam. Aku bisa apa?

Waktu kembali memihak ketika beberapa bulan yang lalu aku resmi wisda dan langsung mendapat mandat untuk mengajar. Allah maha baik kembali aku harus berdekatan dengan pesantrenku yang dulu amat sangat banyak menciptakan kenangan manis.

Ah aku lupa tentang gus Aji? Dia tidak pernah menjanjikan apapun meski aku akui perhatiannya membuatku berjanji akan menanti.

Sudah lama aku tidak tahu kabarnya, sudah lama pula aku ingin sekali sowan namun begitu padatnya waktu hingga aku harus bersabar menanti waktunya kembali.

Allah maha baik, aku sedang sibuk mencari waktu namun dengan mudahnya dipertemukan dengan dia, ya dia yang membuatku menunggu.

Dan maha baik Allah lagi ketika dengan tidak sengaja aku mendengarkan semua pembicaraan mereka.

Menikah? Apa gus Aji lupa denganku?

Eh tunggu! Siapa aku? Aku hanya sahabat masakecilnya bukan berarti jodohnya kan?

Aku meringis, miris terlalu berharap membuatku lupa bahwa jodoh, rizki dan maut sudah Allah tentukan jauh hari sebelum bumi diciptakan.

Jangan menangis, aku merutuki kebodohanku. Mendengarkan hal yang menyakitkan membuatku lupa jika air mata ini mengalir begitu derasnya.

Siapa yang salah? Apa aku harus berpikir ulang untuk menanyakan siapa yang salah sedang rasa ini datang tanpa permisi.

Harusnya aku tidak berpikir terlalu tinggi, bersama dengan dia adalah sebuah mimpi tampa harus terbangun lagi.

Agh aku sakit jika harus seperti ini. Harus bagaimana aku?

Flashback off

"Bu Mia kenapa didepan pintu, ndak masuk saja" tegur salah satu guru yang menyentuh bahu guru yang ternyata bernama Mia itu.

Ya namanya Mia, sahabat gus Aji sejak kecil. Dan menginginkan lebih dari sahabat namun takdir berkata lain.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang