"Tolong jangan buat saya khawatir"
****
Hari semakin sore dibuktikan dengan semakin gelap dan dingin yang menyeruak menusuk kain hingga menimbulkan gigilan kecil untuk Sania.
Kepalanya kembali pusing karena terlalu lama menunggu hujan yang reda. Namun sepertinya hujan enggan berhenti menjatuhkan bulir airnya ke bumi.
Ning Ela masih setia menemani Sania, ia juga merasa kedinginan namun tidak sampai menggigil seperti Sania. Ia juga bingung pasalnya masjid sudah sepi sebagian santri yang berteduh sudah kembali melakukan aktifitasnya.
Berbeda dengan Gus Aji yang sedang mengajar santri untuk hafalan al quran. Raga memang bersama dengan para santri namun jiwanya mengkhawatirkan seorang yang ia lihat dimasjid bersama dengan adiknya, siapa lagi kalau bukan Sania.
"Saya ada keperluan sebentar tolong Kalian hafalkan yang kemarin nanti saya akan tes satu persatu pada kalian" serah Gus Aji menyuruh santri.
"Baik Gus"
Setelah mempercayakan semua pada santri santrinya, Gus Aji segera kembali ke ndalem untuk mengetahui apakah Sania dan adiknya sudah kembali dari masjid atau belum, pasalnya hujan diluar juga masih setia dengan derasnya.
"Assalamualaikum Umi" salam Gus Aji setelah masuk ke ndalem.
"Waalaikum salam, kok sudah pulang mas bukannya masih jadwalnya ngajar ya" Nyai Latifah memang tidak mengetahui jika Ning Ela dan Sania pergi ke masjid, pasalnya tadi beliau pergi bersama Kyai Sulaiman.
"Iya Umi mas sudah pasrahkan dengan para santri. Mas pulang mau tahu Sania sama Ning Ela sudah kembali dari masjid apa belum mi" sontak jawaban Gus Aji membuat Nyai Latifah panik dan langsung mengecek kamar Ning Ela.
Benar saja kamar Ning Ela sudah rapi dan kosong tidak berpenghuni. Nyai Latifah bingung kenapa Sania dan Ning Ela bisa ke masjid, bagaimana keadaan Sania nantinya.
"Astagfirullah mas ndak ada dikamar" Nyai Latifah memberitahu Gus Aji.
"Ya sudah umi tenang dulu mas coba cari dimasjid siapa tahu masih disana" jawab Gus Aji menenangkan Nyai Latifah.
"Umi ikut mas" pinta Nyai Latifah
"Tapi ini hujan, nanti Umi kedinginan biar mas saja" jawab Gus Aji melarang Nyai Latifah ikut dengannya.
"Ndak mas, sudah ayo jangan lama lama kasihan mereka" Gus Aji hanya bisa mengiyakan, sepertinya sifat Umi dan Sania mirip. Sama sama suka memaksa. Batinnya
****
Benar saja yang dikhawatirkan Gus Aji. Keadaan Sania dan Ning Ela sedang tidak baik baik saja. Tepatnya Sania yang kondisinya semakin memprihatinkan. Tubuhnya menggigil, badanya kembali panas dan bibirnya pun pucat.
Sedang Ning Ela sudah khawatir pasalnya Sania sedaritadi sudah diam jika diajak bicara hanya mengangguk dan menggelengkan kepala. Ia khawatir calon kakak iparnya ini akan kembali sakit. Ia juga merasa bersalah sudah mengiyakan ajakannya tadi.
"Mbak Ning ke ndalem ya cari bantuan, paling ndak cari payung buat mbak Sania" Ucap Ning Ela memohon.
"Ndak usah Ning sini saja" suara lirih juga serak Sania menambah kekhawatiran Ning Ela.
"Tapi mbak badanya panas, pucet menggigil juga. Ning ndak tega mbak" Sania tersenyum dan menggenggam tangan Ning Ela agar percaya jika dirinya baik baik saja.
"Disini saja Ning, Insyaallah hujannya membawa berkah dan akan segera reda" Ning Ela mengangguk, mau bagaimana pun usahanya calok kakak iparnya ini akan tetap kekeh dengan pendiriannya meskipun ia yakin Sania sedang tidak baik baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)
Teen FictionCerita ini berubah judul dari Kamu Gusku menjadi Meniti Rasa. Ceritanya tetap sama, hanya diubah judulnya saja. *** Dijodohkan? Dengan siapa? Tapi kenapa harus aku? semua pertanyaan yang hanya ada dibatinku tanpa bisa aku ungkapkan sebelumnya Jika...