"Surat dari siapa?"
*****
Malam sudah menunjukkan pukul sembilan. Setelah adegan drama antara Sania dan keluarganya yang melepas rindu keluarga Gus Aji memutuskan untuk beristirahat.
Malam ini Sania tidur bersama Ning Ela dikamar. Sedang Kyai Sulaiman dan Nyai Latifah masih setia duduk diruang baca. Untuk Gus Aji sendiri masih duduk diruang keluarga dengan terus memutar tasbih ditangannya sembari menunggu Kyai Sulaiman karena ada hal yang ingin dibucarakan.
Ada hal yang masih dipikirkan Gus Aji. Kedua orang tuanya menyuruhnya untuk tidak segera kembali ke kamar pondoknya.
Nyai Latifah keluar hendak kedapur membuat teh untuk sang suami tercinta. Dilihatnya putra sulungnya yang semakin dewasa sedang duduk dengan berdzikir. Ia tahu pasti anaknya sedang gelisah hingga putranya selalu melafalkan asma Allah jika sedang tidak enak hati.
"Nak" Gus Aji menoleh, melihat wanita paruh baya yang sudah sudi membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
"Iya Umi" mulutnya berhenti berdzikir kepalanya ia dongakkan untuk melihat wajah cantik malaikatnya. Seulas senyum tercetak dibibir keduanya, ada kehangatan meski hati dirundung gelisah.
"Mas ditunggu Abi diruang baca" Gus Aji menatap Nyai Latifah bingung, apa yang sebenarnya ingin dibicarakan Abinya.
"Nanti juga kamu tahu mas, langsung kesana saja. Nanti umi susul" lanjut Nyai Latifah seperti bisa membaca raut wajah Gus Aji yang sedang bingung meminta penjelasan.
"Nggeh mi"
Nyai Latifah dan Gus Aji sama sama melenggang pergi meninggalkan ruang keluarga yang sudah sepi. Maklum saja ini sudah malam mungkin dipondok masih ada jadwal namun ndalem sendiri jika sudah pukul sembilan hanya akan sibuk bergelut dengan kesibukan masing masing.
****
Sampailah Gus Aji diruang baca, setelah mengetuk pintu dan masuk terlihatlah sosok Abinya yang masih gagah sedang membaca kitab tebal.
Gus Aji duduk setelah mendapat ijin dari sang Abi walaupun hanya mengangguk. Ia paham jika Abinya seperti itu jelas ia tidak ingin diganggu.
Sebuah ketukan dan tarikan knop pintu terbuka memunculkan sosok wanita cantik. Siapa lagi jika bukan Nyai Latifah yang membawa satu nampan berisi tiga gelas teh untuk dirinya dan kedua laki laki yang dicintainya.
Hening setelah Nyai Latifah duduk dan memberikan minum. Gus Aji sendiri kembali memutar tasbihnya dengan khusyu.
Bagaimana dengan Kyai Sulaiman? Beliau masih setia membaca kitab tebalnya. Sedang Nyai Latifah masih menikmati teh buatannya sendiri.
Karena jengah dengan suaminya yang tidak langsung bertanya pada putranya, Nyai Latifah memecahkan keheningan dengan mengajak bicara putra sulungnya agar tidak terlihat tegang.
"Mas" panggilan Nyai Latifah mampu membuat Gus Aji berhenti memutar tasbih ditangannya.
"Nggeh mi" Gus Aji menyahut panggilan sang umi bersamaan dengan ditutupnya kitab Kyai Sulaiman.
"Umi mau tanya sama mas, boleh" semakin bingung yang dirasakan Gus Aji, untuk apa Uminya meminta ijin untuk bertanya. Apa dirinya sudah melakukan kesalahan. Batinnya.
"Nggeh angsal mi" jawaban Gus Aji disertai mengangguk.
"Biar Abi saja yang bertanya" pengajuan diri Kyai Sulaiman menambah panik Gus Aji, tangannya dingin dahinya mulai berkeringat. Memang seperti itulah jika ia sedang merasa gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)
Teen FictionCerita ini berubah judul dari Kamu Gusku menjadi Meniti Rasa. Ceritanya tetap sama, hanya diubah judulnya saja. *** Dijodohkan? Dengan siapa? Tapi kenapa harus aku? semua pertanyaan yang hanya ada dibatinku tanpa bisa aku ungkapkan sebelumnya Jika...