54

13.1K 573 25
                                    

"Sania putri ayah. Bagi ayah kamu tetap putri kecil ayah dan ibu meski sekarang tanggung jawabmu sudah ayah serahkan pada suamimu. Berbaktilah nak, suamimu adalah surgamu"

****

Banyak pasang mata yang kagum akan pasangan suami istri yang baru saja halal ini. Keduanya bak raja dan ratu yang turun dari singga sananya.

Banyak yang melafalkan asma asma Allah karena telah menyatukan dua hati yang tak saling mengenal ini hingga menyatu dan saling melengkapi dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.

"Masyaallah tampan dan cantik"

"Bidadari dan pangeran Subahanallah"

"Sungguh nikmat mana lagi yang engkau dustakan"

Sania yang mendengar decak kagum tamu undangan pun hanya bisa tersenyum dan menunduk dengan tangan tetap bergandengan dengan gus Aji.

Tibalah acara penandatangannan surat surat dan buku nikah serta tukar cincin kedua pasangan halal ini. Barulah pembacaan ayat suci Al Qur'an sebagai mahar.

Ini yang ditunggu para tamu undangan dan juga sahabat kedua mempelai. Tukar cincin

"Jangan menunduk, saya jadi tidak bisa melihat wajah cantik bidadari saya" ucap gus Aji.

Blus

Sudah dipastikan Sania blushing, meski menunduk pun gus Aji paham kalau istrinya ini pipinya merona hingga membuatnya terkekeh akan tingkah istrinya.

"Pinjam tanganmu" ucap gus Aji lembut dan langsung meraih tangan Sania yang sudah berkeringat dan dingin.

Sania mendongak, tersenyum meski rona dipipinya bertambah. Selalu ada hal manis meski sederhana. Dibalik dinginnya sikap gus Aji masih ada kelembutan disetiap apapun yang dilakukannya.

Suara sorak tamu undangan mendominasi acara tukar cincin yang sedang berlangsung.

"Ndak mau pasangin yang satunya dijari saya" tanya gus Aji.

"Eh, ma..mau bi" jawab Sania gugup.

Ia heran dengan detak jantungnya yang selalu marathon, kenapa selalu begini? Bagaimana dengan kesehatannya apa tidak menganggu? Pikirnya.

Sania memegang tangan gus Aji dengan menahan panas dingin dan detak jantungnya yang marathon serta tangan yang gemetar. Lucu sekali

"Jangan gemetar ini saya suamimu, jadi tenanglah" bisik gus Aji tepat disebelah telinga Sania

Sania mengangguk, mengatur nafasnya ulang. Sudah beberapa kali ia malu dan sudah lagi tidak ia hiraukan malu dan blushingnya karena ulah gus Aji suaminya.

"Alhamdulillah" sorak tamu undangan yang baru saja menyaksikan pasangan muda yang malu malu ini memasangkan cincin.

Sania kembali mencium tangan gus Aji kali ini karena arahan dari penghulu. Ia menurut saja walaupun ini lebih menegangkan karena didepan banyak tamu undangan.

"Cium gus" cletuk Iqbal. Entahlah mungkin Iqbal gregetan melihat dua pasangan didepannya sampai Fiqi harus mencubit lengan Iqbal yang tidak bisa membaca situasi.

Yang dicubit hanya menggaruk kepalanya karena tatapan para tamu mengarah kearahnya.

"Di cium tidak apa sudah halal" ucap penghulu yang memberikan kode. Sontak kedua pasangan pengantin ini saling pandang hingga terlihat keduanya merona.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang