"Allah adalah sebaik baiknya perencana"
***
Dua bulan sudah Sania nyantri dipesantren milik Kyai Sulaiman dan dua bulan sudah semenjak musibah hingga membuat dirinya sakit Sania belum bertemu dengan kedua orangtuanya lagi.
Sania kini sedang duduk termenung dikamar pondoknya. Hari ini ia free kuliah hanya tugas saja jadi ia tidak masuk sedangkan kedua sahabatnya entah pergi kemana mereka hanya pamit pada Sania ingin keluar. Sebenarnya Sania sudah diajak namun ia menolak karena moodnya hari ini sedang tidak baik.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu diberitahukan kepada santriwati yang bernama Sania Putri Maheswara ditunggu saudaranya diruang informasi. Terimaksih, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu"
Sania heran sekaligus bingung, apa kedua orangtuanya menjenguknya, namun biasanya hanya menelfon saja pun lewat telfon dalem jadi ia harus ke dalem untuk menjawab telfon dari kedua orang tuanya.
Sania bergegas menuju ruang informasi sesuai perintah yang pengurus tadi beritahukan. Ia berjalan menelusuri setiap ruang hingga sampai diruang informasi. Biasanya jika ada keluarga akan keruang informasi namun ada juga yang sowan ke ndalem sekaligus bersilaturahmi bersama keluarga ndalem.
"Assalamualaikum" salam Sania setelah sampai didepan ruang informasi. Tampak ada beberapa pengurus dan yang membuat Sania heran ternyata yang nyambang adalah paman Sania. Ya siapalagi kalau bukan Dani.
"Waalaikum salam" jawab semua.
"Masuk mbak sudah ditunggu pamannya" Sania mengangguk menurut kepada pengurus putri yang hari ini berjaga diruang informasi.
"Nggeh terimakasih mbak" pengurus putri mengangguk lalu pergi meninggalkan Sania dan pamannya.
Sania duduk didekat pamannya setelah menyalaminya. Memang mereka dekat, masih ingatkan Sania sekolah selalu ikut dengan sang paman alhasil mereka sudah seperti pasangan kekasih.
"Tumben inget aku om" Sania heran biasanya om nya selalu sibuk bekerja dan bekerja.
Memang setelah lulus sekolah pamannya memutuskan untuk bekerja dan kuliah agar bisa mandiri.
Paman Sania sekarang sudah skripsi memang dulu pamannya terkenal most wanted namun ya dari segi apapun dia termasuk cerdas, Sania pun mengakui itu. Terlihat dari sekarang saja ia belum empat tahun namun sudah skripsi. Sungguh hebat.
"Lah masa om lupa sama ponakan om yang pemalu ini" pamannya terkekeh karena ledekan untuk ponakannya ini.
"Enak aja aku udah ndak pemalu ya" balas Sania membela diri.
"Keluar yuk San, om bosen nih. Ke taman apa kemana gitu" ajak Dani paman Sania.
"Lah om mah baru aja duduk udah bosan, emang ya dari dulu bosenan"ucap Sania. Dani nyengir memperlihatkan gigi putihnya.
Sania mengiyakan ajakan pamannya untuk keluar, sebenarnya ia takut jika dikira yang tidak tidak oleh yang lain karena mereka tidak tahu hubungan antara Sania dan pamannya ini. Ya semoga saja tidak ada yang melihat.
Sania memilih taman dekat masjid perbatasan antara pondok putra dan pondok putri. Mereka duduk dibangku yang biasanya Sania gunakan untuk menenangkan pikirannya.
Belum sempat mereka berbicara dan kembali melepas rindu. Tiba tiba ada yang memanggil Sania sontak saja ia terkejut dan menoleh kebelakang siapa sebenarnya yang memanggil.
****
Dani
Aku sedang menyambangi ponakanku Sania. Awalnya aku tidak tahu jika ia memutuskan untuk mondok. Setahuku dia termasuk anak yang manja sekali apalagi dengan mbak Iza. Ya aku adalah adik bungsu dari ibu Sania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)
Teen FictionCerita ini berubah judul dari Kamu Gusku menjadi Meniti Rasa. Ceritanya tetap sama, hanya diubah judulnya saja. *** Dijodohkan? Dengan siapa? Tapi kenapa harus aku? semua pertanyaan yang hanya ada dibatinku tanpa bisa aku ungkapkan sebelumnya Jika...