32

11.5K 452 6
                                    

"Mungkin sudah saatnya aku jujur"

****

Sania kembali ke kamarnya menemui kedua sahabatnya. Saat Sania sudah sampai didepan Rara dan Suci tatapan mereka seakan akan mencari penjelasan pada Sania.

"Kamu hutang penjelasan sama kita" to the point Rara pada Sania dengan tatapan menyelidiknya. Sedang Suci hanya mengangguk-angguk kepala tanda ia menyetujui perkataan Rara.

"Iya saya akan ceritakan, tapi tolong tatapan kalian jangan seperti itu saya takut" Jujur Sania dengan wajah yang menunduk karena merasa bersalah sudah membohongi kedua sahabatnya itu.

"Tapi janji kamu cerita sama kita berdua" Suci meyakinkan Sania dengan menggenggam tangan Sania yang sudah dingin dan hanya diangguki Sania sebagai jawaban.

"Tapi janji jangan marah pada saya ya, saya ndak mau kehilangan kalian" perkataan Sania kali ini sendu seperti ingin menangis tapi ia tahan.

"Kita ndak bakal marah sama kamu San jika kamu mau jujur sama kita, ya ndak Ci" ucapan Rara meyakinkan Sania dan mendapatkan anggukan oleh Suci tanda ia setuju.

Sania mendongakkan kepalanya dan tersenyum meski bersamaan dengan keluarnya air mata yang sudah tidak bisa ia bendung lagi.

"Makasih ya Ra Ci" ucap Sania dengan tersenyum meski air matanya tetap mengalir deras.

"Udah dong jangan nangis gitu kan jadi aku ngerasa bersalah sama sikapku tadi" ujar Rara pada Sania. Yang sudah panik karena melihat Sania menangis didepannya.

"Iya San udah dong, maaf ya kita ndak bakal marah kok. Katanya kamu mau cerita kok palah nangis San jangan bikin aku sama Rara jadi ndak enak gini sama kamu" panik Suci dengan menggenggam tangan Sania yang masih dingin.

"Iya saya akan cerita tapi dengerin ya, saya ndak mau ngulang cerita lagi" Ucapan Sania langsung diangguki kedua sahabatnya dengan antusias.

Dengan sekali tarikan nafas dan membaca Basmallah Sania menceritakan pada kedua sahabatnya. Sania juga sudah tidak menangis.

"Jadi sebenarnya saya mondok disini karena saya dijodohkan" lanjut Sania ingin bercerita namun dipotong oleh Suci yang sudah terkejut dengan membukatkan matanya.

"Sebentar, dijodohkan?" Tanya Suci untuk meyakinkan apakah pendengarannya salah atau tidak. Sedang Rara masih menyimak dengan mulut yang masih terbuka.

"Iya, saya dijodohkan dengan Gus Aji putra sulung Kyai Sulaiman pemilik pondok pesantren ini. Jadi kenapa saya bisa akrab dengan Ning Ela karena perjodohan itu. baik saya maupun Gus Aji sudah menerima perjodohan ini. Karena ini amanah dari almarhum kakek saya dan kakek Gus Aji" jelasnya melanjutkan bercerita kepada kedua sahabatnya, sedang kedua sahabatnya sudah bertambah terkejut lagi karena penjelasannya.

"Hah!"

"Jadi kamu mau menikah dengan Gus Aji" pertanyaan Rara yang sudah kelewat kepo dan kaget.

"Iya doakan ya semoga lancar. Tapi tolong rahasiakan ini ya saya ndak mau berita ini tersebar kemana-mana takutnya dikira yang tidak-tidak. Terlebih kemarin kamu sudah dimarahin mbak Mirna" Sania memohon pada kedua sahabatnya, kini ia sudah lega karena sudah jujur pada kedua sahabatnya tentang niatnya mondok karena ingin menambah ilmu serta beradaptasi dengan lingkungan pondok yang nantinya akan ditinggali juga olehnya.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang