28(Revisi)

11.5K 442 5
                                    

"Kembali bertemu denganmu setelah tiga tahun tak ada kabar"

****

Kini giliran orang tua Sania berpamitan dengan putri sematawayangnya. Ibu Sania berusaha agar tetap tersenyum meski berta dan sudah berkaca-kaca.

Ayah Sania sendiri terlihat biasa saja meskipun berat namun ia masih bisa menyembunyikannya dengan menguatkan Sania.

Untuk Sania sudah memeluk ibunya tak ingin lepas dan tinggal jauh dengan kedua orang tuanya. Air matanya sedari tadi sudah ia tahan agar tidak keluar. Ia malu jika harus menangis didepan keluarga Gus Aji.

"Nak ayah dan ibu pamit ya jaga dirimu baik-baik, nurut apa kata Kyai Sulaiman dan Bu Nyai Latifah, belajar yang bener jangan lupakan ibadahmu" Nasihat ayah Sania sekaligus pamit pada Sania.

Luruh sudah air mata yang sedari tadi Sania tahan keluar juga ia menangis dipelukan ibunya. Ibunya pun hanya bisa menenangkan dengan membalas pelukan Sania dan menguatkan putrinya itu

"Jangan sedih sayang, nanti kalau kamu rindu bisa telfon lewat pengurus ataupun pinjam telepon Bu Nyai Latifah pasti boleh" kini suara ibu Sania yang menguatkan putrinya yang masih saja terisak dipelukannya.

Sania berhenti terisak dan melepaskan pelukannya dari sang ibu, wajahnya sudah memerah matanya sendiri sudah sembab karena menangis.

"Nggeh bu, yah. doakan Sania krasan tinggal dipesantren ya. Kalau ibu sama ayah rindu telfon Sania ya" ujar Sania dengan suara yang parau sehabis menangis. Ayah dan Ibu Sania hanya memangangguk sebagai jawaban iya.

"Kyai saya dan istri mohon pamit pulang, assalamu'alaikum" pamit ayah Sania sembari beranjak dari duduknya.

Sania juga sudah ikut berdiri akan mengantarkan ayah dan ibunya sampai didepan pintu. Sebisa mungkin ia tidak menangis lagi agar ayah dan ibunya tidak terlalu memikirkannya.

"Iya pak hati-hati dijalan, wa'alaikum salam" jawab Kyai Sulaiman yang juga sudah beranjak dari duduknya dan akan mengantrakan ayah dan ibu Sania sampai depan.

Setelah mobil yang dikendarai ayah dan ibunya keluar pondok pesantren AlFurqon tidak terlihat lagi Sania kembali masuk dan menunggu abdi dhalem memanggilkan pengurus pesantren untuk mengantarkannya menuju kamar asramanya nanti.

"Mbak ndak mau tinggal bareng Ning aja disini" kini pertanyaan Ning Ela memecahkan suasana didalam ruang tamu keluarga dhalem.

Sania menggeleng "ndak Ning mbak tinggal diasrana saja, nanti kalau Ning pengen ketemu mbak langsung ke kamar mbak saja ya" ujar Sania memberi jawaban dan saran pada Ning Ela pasalnya Ning Ela nampak sedih mendengar keputusan Sania.

"Ya udah deh nanti Ning main ke kamar mbak ya" Ning Ela antuasias dengan senyum tercetak dibibir manisnya. Melihat Ning Ela tersenyum mau tidak mau Sania pun ikut tersenyum.

Sania masih menunggu pengurus yang sedang dipanggil oleh abdi dhalem yang disuruh Nyai Latifah. Dan sepertinya sudah datang karena Nyai Latifah sudah memanggilnya.

"Mbak Zahra tolong antarkan Sania ke kamar yang masih kosong ya. Dia santri baru disini" ujar Nyai Latifah memperkenalkan Sania sebagai santri baru dipondok pesantren Al Furqon seperti kesepakatan yang sudah dibicarakan tadi bahwa Sania ingin menjadi Santri biasa bukan spesial.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang