70

12.5K 483 18
                                    

"Relakan, ikhlaskan, dan lepaskan. Menangis pun tidak akan membuatmu bersatu dengannya"

****

"Selamat Sania. Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fiil Khairin" doa Mirna ketika sudah berada didepan Sania dengan menjabat tangan Sania.

"Aamiin Allahumma Aamiin, syukron Mirna" balas Sania dengan tersenyum tulus.

"Afwan hehe segera kasih aku ponakan ya" bisik Mirna yang membuat Sania salah tingkah dengan pipinya yang semakin merona.

Gus Aji yang mendengar bisikan Mirna serta perubahan mimik wajah Sania hanya bisa terkekeh saja. Ia tahu jika istrinya malu dengan pernyataan yang Mirna katakan.

Mirna mengucapkan selamat pula dengan gus Aji, bedanya ia hanya menangkupkan kedua tangannya saja.

Tamu sili berganti bersalaman dan mendoakan pengantin baru ini. Banyak doa serta ucapan selamat.

"Barakallah mas, selamat menempuh hidup baru semoga sakinah mawadah warahmah" tepat ketika para tamu sudah selesai mengucapkan dan berpamitan pulang justru Mia baru saja naik ke atas panggung.

Alasannya ia hanya ingin menjadi yang terakhitr mengucapkan agar pertemuannya dengan gus Aji bisa lebih lama dari yang lain.

Mia sudah dulu bertemu dengan kyai dan nyai sebelum menemui gus Aji dan Sania.

"Aamiin Allahumma Aamiin, syukron Mia. Semoga kamu cepat menyusul ya" ucap gus Aji dengan menangkupkan kedua tangannya didepan dada sama seperti Mia.

Sania yang mendengar nama Mia langsung saja menoleh dan menatap wajah wanita yang digosipkan dengan suaminya ini.

"Cantik, pantas saja banyak yang setuju jika abi bersama bu Mia" batin Sania ketika menatap Mia.

"Masya'Allah mas istrinya cantik sekali" puji Mia ketika melihat Sania yang tengah menatapnya.

Sebenarnya ada rasa tidak rela ketika ia melihat pasangan didepannya. Ada rasa sakit yang masih bersarang dalam hatinya.

Ingin rasanya ia menangis sejadi jadinya. Tapi apalah daya, menangis pun tidak akan membuat pasangan ini berpisah bukan? Astagfirullah.

Sania yang mendengar dirinya dipuji pun akhirnya tersadar dari lamunanya. Ia tersenyum canggung ke arah Mia yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Terimakasih bu. Bu Mia juga cantik" jujur Sania dengan tersenyum tulus ke arah Mia.

"Kok panggilnya bu sih? Panggil Mia saja" jelas Mia tak kalah ramah, meski Sania merasakan ada keanehan dengan tatapan Mia. Namun sebisa mungkin ia harus selalu khusnudzan, bagaimanapun Mia adalah sahabat dari suaminya.

"Iya bu, eh iya mbak" gugup Sania yang berakhir dengan memanggil mbak.

Mia tersenyum, lebih tepatnya senyum kesal karena panggilan Sania terhadapnya. Entah kenapa semua yang berhubungan dengan istri gus Aji membuat dirinya sensi.

Sebelum meninggalkan panggung pelaminan Mia tersebih dahulu bersalaman dengan Sania. Dan cipika cipiki ala teman yang sudah akrab.

"Kamu sudah merebut mas Aji dariku, jangan harap kamu bahagia" bisik Mia disela ia memeluk Sania.

Sedang Sania hanya bisa menahan sesak di dadanya. Entahlah apa maksud dari perkataan Mia ini.

Sania hanya bisa tersenyum membalas perlakuan Mia. Dalam hatinya ia terus saja beristigfar, semoga saja rumah tangganya dengan gus Aji akan baik baik saja.

Setelah berpelukan dengan Sania. Mia memilih untuk langsung pulang, ia tidak tahu apa yang sudah ia lakukan.

Hatinya saat ini hanya membutuhkan ketenangan.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang