66

11.3K 496 26
                                    

Saya kembali...

Jangan lupa sebelum baca klik bintang pojok kirinya hehe

Komennya ditunggu yaa

Happy Reading❤️

🌼

"Karena konsekuensi diciptakan untuk sebuah pertanggung jawaban diri"

****

Seperti yang sudah direncanakan, sejak pagi hari pondok pesanten Al Furqon sudah ramai dengan santri bahkan wali santripun sudah banyak yang berdatangan.

Mentari seakan memberikan ucapan selamat datang bagi para tamu undangan juga memberikan semangat bagi para santri yang masih sibuk. Entah menata dekorasi panggung, membuat konsumsi serta mempersiapkan yang lain.

Masih ingat tentang Mirna? Ia ditugaskan membacakan ayat suci Al Quran untuk acara Harlah tahun ini.

"Bagaimana Mir, mau berapa juz yang dibaca nanti?" Mirna tampak masih mengatur nafasnya karena baru saja selesai membaca al Quran.

Sedang yang bertanya masih setia menunggu jawaban dari sipenjawab dengan menatap lekat wajah Mirna yang tampak lebih santai daripada sebelumnya.

"Insyaallah lima Ik, doain ya semoga lancar" Ya yang bertanya adalah Ika, ia tahu betul perjuangan Mirna dalam menghafal Al Quran, mulai dari ia menggerutu sampai ia dengan ikhlas menerima semua hukuman yang harus ia pertanggung jawabkan karena ulahnya.

Beruntunglah Mirna tidak sampai dikeluarkan, bagaimana jadinya jika ia dikeluarkan? Apakah orangtuanya masih mau menganggapnya anak? Astagfirullah, sudah tidak bisa dibayangkan lagi bagaimana jadinya.

"Aamiin, semoga lancar ya. Aku selalu ada untukmu cinca" keduanya tertawa dengan jawaban alay ala ala Ika.

****

Pagi ini pula suasana ndalem sedikit agak ramai dikarenakan banyak yang nyambang putra putrinya dan sekaligus silaturahmi dengan keluarga ndalem.

Sudah sejak pagi Sania ikut membantu mbak ndalem yang semakin siang semakin kerepotan karena kedatangan tamu.

Sebenarnya ia bisa saja berdiam diri dikamar bahkan berkeliaran disekitar pondok, namun bukan Sania namanya jika ia tidak membantu, apalagi ini situasinya sangat ramai bahkan keteteran.

"Nduk kamu duduk saja, daritadi kan sudah bantu. Umi ndak mau kamu kecapekan" Sania tersenyum tulus menatap nyai Latifah yang tampak sangat khawatir dengan keadaannya.

Sebenarnya memang ia lelah, tapi melihat mbak ndalem yang sama saja lelah ia tidak tega jadilah ia membantu sebisanya.

"Insyaallah ndak umi, nanti kalau Sania capek langsung istirahat kok mi" nyai Latifah tampak tersenyum meskipun masih ada rasa khawatir mengenai kondisi menantunya ini.

"Ya sudah jangan dipaksa ya nduk, nanti malam acara masih banyak loh" Sania mengangguk mengiyakan perintah nyai Latifah mertuanya.

Setelah nyai Latifah berpamitan ia kembali membantu mbak ndalem yang sedang sibuk mengemas jajan untuk dimasukan kedalam toples yang akan disajikan untuk para tamu yang bersilaturahmi ke ndalem menemui kyai Sulaiman.

"Mbak ini mana lagi yang mau dimasukin toples" tanya Sania ketika ia melihat masih ada beberapa jajan yang tergletak dimeja.

"Oh sudah ning ndak usah ini hampir selesai kok" tolak mbak ndalem yang tidak sengaja mendengar nyai dan menantunya ini berbicara.

Dan tentang panggilan ning, sebenarnya ia sudah menolak dipanggil ning karena ia orang biasa bukan keturunan kyai juga kan? Tapi ya karena mbak ndalem hampir semua mengetahui statusnya jadilah ia hanya bisa mengalah jika dipanggil ning.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang