"Cepat sembuh bidadariku"
*****
Sania masih terbaring lemah diranjang kamar Ning Ela. Nyai Latifah masih saja menunggu sampai Sania sadar, demamnya sudah mereda namun Sania tidak kunjung membuka matanya, sesekali hanya bergumam saja.
Nyai Latifah masih setia memegang tangan Sania. Nyai Latifah khawatir karena sejak beberapa menit yang lalu Sania mengigau seperti ketakutan dan selalu memanggil nama ibunya.
"Ibu Sania takut bu, tolong Sania bu" gumam Sania dengan masih setia memejamkan mata.
Nyai Latifah yang khawatir hanya bisa mengelus kepala Sania dan sesekali memegang pipinya agar Sania sadar dari tidur dan mengigaunya.
"Ibu Sania ndak salah bu, Sania takut bu.. Tolong Sania bu tolong" gumam Sania kembali yang membuat Nyai Latifah menepuk pipi Sania agar terbangun dari mimpi yang membuatnya ketakutan. Karena gumaman kali ini sangat histeris dan membuat Sania menangis namun tetap memejamkan matanya.
"Nak bangun nak" titah Nyai Latifah menepuk pelan pipi Sania agar tersadar.
Beberapa menit usaha Nyai Latifah membangunkan Sania masih belum membuahkan hasil.
Ning Ela yang baru saja kembali setelah memberi tahu kedua teman Sania langsung panik melihat keadaan Sania yang masih menangis histeris dengan memejamkan matanya. Segera saja Ning Ela memanggil Gus Aji perihal keadaan Sania.
Ning Ela dan Gus Aji sudah berada dikamar Ning Ela tepat disebelah ranjang yang diduduki Nyai Latifah yang masih setia membangunkan Sania. Gus Aji menatap nanar calon istrinya yang masih saja mengigau dan menangis. Sedang Ning Ela sudah menangis seperti Nyai Latifah. Sesekali Ning Ela membantu membangunkan Sania, namun hasilnya nihil. Tetap saja Sania bergumam dan menangis.
"Mas bagaimana ini, Umi ndak tega melihat Sania seperti ini" Nyai Latifah bingung harus bagaimana, keadaan Sania sangat memprihatinkan. Ia sendiri hanya bisa menenangkan dengan mengelus pucuk kepala Sania agar lebih tenang.
"Mas juga bingung mi, mas takut kalau memberi tahu ibu dan ayah Sania mereka jadi khawatir" sebenarnya Gus Aji kasihan melihat keadaan Sania yang mengigau memanggil ibunya, namun ia juga mengkhawatirkan keadaan keluarga Sania yang pastinya masih bekerja dan akan membuat mereka khawatir jadi pikir Gus Aji nanti saja memberi tahunya ketika Sania sudah sadar.
"Mas coba kamu panggil atau katakan sesuatu pada mbak Sania, siapa tahu mbak Sania sadar" saran Ning Ela dengan nada sendu serta sedikit sesenggukan karena menangis. Nyai Latifah tampak mengangguk dan bergesar dari duduknya memberikan ruang pada Gus Aji.
Gus Aji berdiri tepat disamping Nyai Latifah duduk, Gus Aji bingung apa yang harus ia katakan pada Sania. Disisi lain ia khawatir juga cemas karena keadaan Sania yang memprihatinkan. Setelah berucap Bissmillah dan mengatur nafasnya Gus Aji mulai berbicara pada Sania.
"Sania kamu dengar saya, jika iya bangunlah. Kamu aman disini" pandangan nanar dengan suara sendu sudah membuktikan bahwa Gus Aji juga merasakan sedih bahkan hancur melihat orang yang dikasihinya terbaring lemah tanpa daya apapun.
"Maafkan saya Sania, maaf" batin Gus Aji menjerit.
Entah karena kebetulan atau sebuah keajaiban. Sania terbangun dengan langsung memeluk Nyai Latifah, ia menangis dipelukan Nyai Latifah. Sedang Ning Ela, ia sudah menangis dengan memegang tangan Sania agar bisa ikut menenangkan Sania.
Bagaimana dengan Gus Aji? Ia masih setia berdiri dengan memundurkan kakinya beberapa langkah agar memberi ruang untuk perempuan yang disayanginya tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)
Teen FictionCerita ini berubah judul dari Kamu Gusku menjadi Meniti Rasa. Ceritanya tetap sama, hanya diubah judulnya saja. *** Dijodohkan? Dengan siapa? Tapi kenapa harus aku? semua pertanyaan yang hanya ada dibatinku tanpa bisa aku ungkapkan sebelumnya Jika...