"Selalu saja ada topik tentangmu, begitu mempesonanya dirimu hingga semua orang menginginkanmu"
****
Mentari telah menampakkan sinarnya menggantikan temaramnya malam dengan sinar rembulan dan bintang yang menenangkan.
Pagi ini setelah salat subuh Sania dan kedua sahabatnya menyempatkan untuk sarapan terlebih dahulu. Hari ini yang mengambil sarapan Rara jadi Sania dan Suci kebagian bersih kamar mereka agar tetap rapi.
"Ci hari ini kita berangkat hanya perkenalan universitas saja kan ndak langsung materi" suara Sania bertanya perihal kegiatan hari pertama masuk kuliah mereka.
"Iya San hari ini hanya bimbingan, kan kita juga masa orientasi hanya tiga hari saja, pun hari ketiga digunakan untuk pengajian kan" penjelasan Suci yang hanya diangguki oleh Sania sebagai tanda bahwa ia paham.
Selagi menunggu sarapan yang sedang diambil Rara, Sania dan Suci tetap membereskan kamar asramanya yang mereka tinggali. Mulai dari merapikan tempat tidur hingga buku dan kitab ditata dengan rapi agar terlihat cantik.
****
Rara
Pagi ini adalah jadwalku mengambil sarapan untuk Sania dan Suci, memang kami sudah sepakat untuk mengambil sarapan didapur ndalem dengan bergantian agar bisa mengerjakan pekerjaan yang lain juga.
Memang setelah shalat subuh aku dan yang lainnya masih ada jadwal ngaji al quran agar bisa menambah hafalan juga. Setelah ngaji baru sarapan.
Hari ini aku buru-buru sekali karena pagi ini jam tujuh aku sudah mulai memasuki masa orientasi mahasiswa.
Walaupun hanya sekedar perkenalan namun ini first momen aku memasuki bangku perkuliahan jadi jangan sampai terlambat. Saking cepatnya aku berjalan hingga tidak melihat jika ada santriwati juga yang ingin mengambil sarapan alhasil aku menabraknya. Duh tledor sekali.
Brukkk...
"Aduh" ringisnya karena memang aku menabraknya sedikit keras dan untung saja tidak sampai jatuh hanya sempoyongan saja. Namun aku langsung meminta maaf karena ini kesalahanku.
"Maaf mbak saya ndak sengaja" dengan kepala tertunduk aku minta maaf, jujur saja aku takut. Aku pun tak berani melihat siapa yang aku tabrak ini.
"Aduh kalo jalan lihat-lihat dong, untung ndak jatuh. Pagi-pagi bikin kesel saja" umpatnya yang membuat aku semakin takut namun aku beranikan mendongakkan kepala dan meminta maaf kembali.
"Sekali lagi saya minta maaf mbak, saya bener-bener ndak sengaja" aku terus memohon dengan menangkupkan tangan didepan dada seraya meminta maaf sesekali juga menunduk karena tatapannya seperti ingin memangsaku.
"Tunggu! Kamu kan penghuni kamar nomer tiga itu yang kemarin ada santri baru masuk kamarmu itu kan?" aku kaget karena ucapannya, memang aku menempati kamar nomer tiga dan memang ada santri baru dan itu Sania, terus kenapa? Batinku terus bertanya.
"Iya mbak benar, memangnya kenapa ya mbak?" entah punya keberanian dari mana pertanyaan ini aku lontarkan pada mbak santriwati didepanku ini yang tatapannya masih saja tajam.
"Dengar ya perkenalkan namaku Mirna Fatmawati, aku calon istrinya Gus Aji jadi kamu sama santriwati baru itu jangan sok-sokan deh mau deketin Gus Aji sampai dukung dukung segala" kagetku sampai membulatkan mata. Aku pernah mendengar nama Mirna dia tinggal dikamar asrama nomer lima kalo ndak salah bersama temannya yang bernama Ika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)
Teen FictionCerita ini berubah judul dari Kamu Gusku menjadi Meniti Rasa. Ceritanya tetap sama, hanya diubah judulnya saja. *** Dijodohkan? Dengan siapa? Tapi kenapa harus aku? semua pertanyaan yang hanya ada dibatinku tanpa bisa aku ungkapkan sebelumnya Jika...