21(Revisi)

13.4K 495 7
                                    

"Aku percaya bahwa sebuah hasil dari ikhlas adalah bahagia"

****

"Sania" Panggil Gus Aji

"I..iya gus" gugup dan canggung Sania. Kenapa ia baru paham kalau mas Aji itu putra kyai, astagfirullah maafkan Sania yang tak tahu itu.

"Panggil seperti biasa saja"mantap Gus Aji yang masih memandang kearah kolam.

"Mas?" Sania memastikan maksud dari kata Gus Aji.

"Iya, saya suka dipanggil mas. Kita sama dimata Allah" MasyaAllah jawaban ini sungguh menenangkan untuk Sania.

"Iya mas" Sania mengangguk dengan tersenyum namun masih tetap menunduk dan sesekali memandang kedepan.

"Oh iya mas maaf katanya ada yang mau dibicarakan?" Sania ingat niat awal Gus Aji.

"Iya, ini soal perjodohan kita. Apa kamu tidak terpaksa menerima perjodohan ini?" Ada helaan nafas disana, takut Sania terkekang dan terpaksa menerimanya.

"InsyaAllah tidak mas" Sania mantab menjawab diakhiri dengan tersenyum. Sementara Ning Ela sesekali hanya tersenyum dan memandang kearah Gus Aji dan Sania.

"Maaf sebelumnya, apa kamu tidak terpaksa dengan perjodohan ini?" Yang ditakutkan gus Aji akhirnya diungkapkan juga.

"Sebelumnya memang ada rasa ingin menolak tapi takut mengecewakan keluarga apalagi ini amanah dan waktunya pun begitu cepat. Saya juga kan masih sekolah masih belajar ingin membahagiakan kedua orang tua. Tapi saya yakin Allah memberikan hikmah dibalik perjodohan ini. Saya sempat sholat istiqhoroh mas dan InsyaAllah jawaban saya mantap memilih jenengan mas, hingga beberapa kali saya sholat istiqhoroh pun hati saya diarahkannya ke jenengan. Dan beberapa kali pertemuan itu membuat saya yakin ada hikmah dibalik pertemuan kita yang tidak sengaja dan benar saja Allah mempertemukan keluarga Mas Aji dengan keluarga saya" jelas Sania yang air matanya sudah mengalir tidak bisa dibendung lagi karena nikmat Allah yang memang selalu membuatnya bahagia. Ning Ela yang mengetahui Sania menangis pun langsung mengusap punggung Sania.

"Sudah mbak jangan menangis jangan sedih mbak nanti Ning ikutan sedih" ning Ela berusaha menguatkan calon kakak iparnya ini.

"Ndak Ning, saya nangis bahagia" ada kekehan di jawaban Sania namun tetap saja air matanya mengalir deras.

"Maaf Sania saya membuatmu menangis" Gus Aji merasa bersalah dengan apa yang sudah ia tanyakan pada Sania, namun dari itu gus Aji jadi tahu betapa baik dan ramahnya wanita ini.

"Ndak mas ini bukan salah mas Aji. Sania hanya bahagia mas. Terimakasih sudah percaya sama Sania" senyum terukir dibibir Sania yang tetap menatap ke depan.

"Iya dek sama-sama" ya disiji Gus Aji keceplosan memanggil Sania dengan sebutan dek hingga Sania kaget dan berbeda dengan Ning Ela yang langsung menggoda Gus Aji.

"Tadi manggil mbak Sania siapa mas kok Ning ndak denger ya" goda Ning Ela pada Gus Aji yang membuat pipi Sania merona dan Gus Aji salah tingkah.

"Ndak, bukan siapa-siapa Ning" salah tingkah gus Aji yang sudah memalingkan wajahnya.

"Ndak pa-pa mas panggil saja dengan sebutan itu, Sania suka" dengan malu-malu Sania mengizinkan gus Aji memanggil dengan sebutan itu, meskipun pipinya kali ini semakin bersemu merah.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang