61

12.7K 468 29
                                    

Alhamdulillah Saya update
*
*
Jangan lupa Al Khafinya dibaca yaa
Banyak berkah dihari jumat loh. Carilah berkah itu. jangan lupa bersyukur tentang apapun
*
*
Happy Reading
*
*
❤️❤️❤️

"Belajar dari senja bahwa pertemuan pasti akan ada perpisahan. Dan tentang masalah pasti selalu satu paket dengan solusi. Bersabarlah"

****

Tentang kecewa dan takut durhaka. Dua kata yang amat sangat berat bagi Mirna pasalnya kata itulah yang selalu membuat dirinya merasa hidup ini begitu rumit nafas ini begitu sulit hanya untuk sekedar dihempaskan.

"Loh Mirna kenapa ngelamun disini" tegur Sania yang melihat Mirna duduk ditaman dekat masjid.

"Ah..em anu itu ndak ngelamun kok San" gagap Mirna yang mengetahui dirinya kepergok melamun pagi hari ditengah sejuknya taman.

"Sudah ndak usah bohong, kamu ngapain pagi pagi ngelamun ditaman sendiri? Apa ndak kuliah" Mirna beberapa kali mengerjapkan matanya, pasalnya ia tidak pernah melihat Sania bertanya sepanjang ini, apa ini efek dari menikah? Batinnya.

"Kok ngelamun lagi" tegur Sania lagi.

Sedang yang ditegur hanya gelagepan celingukan seperti maling tertangkap tangan.

"Emmm ah sini duduk San" jawab Mirna asal. Pasalnya pikirannya kali ini sedang bercabang banyak. Jika bisa dan boleh ia ingin sebentar saja melepaskan pusing dikepalanya. Ini terlalu rumit untuknya.

"Oh iya terimakasih"

Sania mengambil posisi duduk bersebelahan dengan Mirna. Suasana begitu hening. Sania yang menunggu Mirna bersuara dan Mirna yang dengan berbagai pemikirannya.

Perlu diketahui bahwa Mirna sudah kembali ke pondoknya, tiga hari sudah ia mengambil libur dan tiga hari pula dirinya merasa bahwa keadilan selalu tidak berpihak padanya.

Untuk Sania ia sudah mucul didepan publik masih dengan Sania yang dulu, meski ia harus bolak balik kamar pondok juga ke dalem.

Hari pertamanya kembali hanya ada beberapa pertanyaan pasalnya waktu ia ditanya kapan pulang? Sania hanya menajawab tadi malam, benar bukan? Dan ketika ditanya lagi apa kamu lihat istri gus Aji? Jawabannya iya lihat dan setelahnya ia langsung pamit pergi sebelum pengintrogasian semakin berlanjut.

"Mirna" suara Sania memecah keheningan diantara mereka.

"Iya San" Mirna menatap yang memanggilnya dengan senyum yang ia sunggingkan, senyum dengan penuh masalah yang sedang ia hadapi.

"Bagaimana dengan hafalanmu" tanya Sania.

"Alhamdulillah sudah ada beberapa jus yang sudah aku hafal" jawab Mirna dengan antusias, setidaknya kedatangan Sania bisa sedikit menghilangkan beban masalahnya.

"Syukurlah, maafkan saya ya karena saya kamu jadi mendapat hukuman" kali ini senyum Mirna menghilang. Kenapa bisa Sania meminta maaf padanya sedang dirinya adalah dalang dari semuanya, Mirna bersyukur setidaknya ia tidak harus dikeluarkan karena ulah dan keegoisannya.

"Justru aku berterimakasih padamu Sania, karenamu aku jadi bisa hafal beberapa jus di AlQuran. Dan karena kebaikanmu juga aku tidak dikeluarkan dari pesanten ini, jika itu terjadi entahlah" jelas Mirna dengan raut wajah sendihnya.

Ya sedih, bisa dibayangkan bagaimana kecewanya ibu dan kakaknya jika dirinya sampai dikeluarkan.

"Tapi kenapa kamu terlihat murung" ujar Sania yang melihat gelagat Mirna sedang tidak baik baik saja.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang