45

11.5K 438 4
                                    

"Gagal Move on"

***

Hari ini tepat hari jum'at. Semua santri wajib membersihkan area pondok termasuk juga kamar mereka masing masing.

Hari jum'at pula adalah hari kebebasan bagi santri karena diperbolehkan keluar ataupun menghubungi keluarga untuk sekedar melepas rindu.

Seperti halnya Rasyid. Ia bebas hari ini dalam artian kampus libur dan kegiatan pondok pun libur setiap hari jum'at.

Setelah selesai dengan tugas bersih area pondok juga kamar, Rasyid berniat berkunjung ke ndalem budhenya. Sudah beberapa minggu semenjak ia dipertemukan kembali dengan Sania ia jadi kepikiran terus tentang kedekatan keluarga dalem dan Sania.

Ia tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Niatnya melupakan justru sebaliknya, ia mengetahui banyak hal dari Sania satu pondok dengannya juga tentunya Sania adalah wanita yang ia tolong ketika menangis karena sakit perut.

Rasyid terkekeh sendiri jika mengingat masalalu ketika beberapa kejadian bersama Sania hingga ia ingat akan penolakan Sania padanya.

Ada rasa kecewa namun setidaknya ia sudah ikhlas melepaskan Sania. Tidak ada yang lebih membuatnya bahagia kecuali melihat orang yang disukainya tersenyum bahagia. Karena hakikat cinta yang sesungguhnya adalah rela dan ikhlas melepas. Karena cinta sejati adalah cinta yang tidak harus dimiliki.

"Assalamualaikum" Salam Rasyid setelah sampai didepan dalem Kyai Sulaiman.

Seorang abdi dalem membukakan pintu dengan menjawab dan mempersilahkan masuk Rasyid. Sebagian abdi dalem sudah mengetahui tentang Rasyid.

"Waalaikum salam. Monggo Gus" sesuatu yang Rasyid hindari. Panggilan Gus, bukan ia tidak bersyukur hanya saja ia merasa belum pantas karena sikap dan hatinya masih penuh dengan dosa. Astagfirullah

Hampir sebelas duabelas dengan Gus Aji. Rasyid juga tidak ingin dipanggil Gus, ia takut teman temannya yang lain akan bersikap aneh karena tahu menahu akan asal usul keluarganya.

"Nggeh matursuwon, tapi jangan panggil saya Gus ya" pinta Rasyid halus.

"Tapi Gus.."

"Tidak apa apa, ilmumu lebih tinggi daripada saya. Mas ingat kan tidak boleh membantah apa kata guru" mau tidak mau abdi dalem putra yang membukakan pintu Rasyid hanya mengangguk mengiyakan perintah anak dari gurunya.

"Budhe sama pakdhe dimana?" Rasyid tampak bingung mencari keberadaan keluarga ndalem. Sepi tidak biasanya sesepi ini.

"Kyai sama Bu Nyai ada didalam, duduk dulu saja Gus.. eh mas" Rasyid terkekeh dengan kegugupan abdi dalem pakdhenya ini.

"Nggeh maturnuwun"

Rasyid duduk menurut apa kata abdi dalem untuk menunggu budhe dan pakdhenya. Ia menyandarkan kepalanya sandaran kursi ruang keluarga ndalem. Tangannya ia gunakan untuk memeluk bantal yang tersedia dikursi.

Hari ini ia lelah setelah tadi pagi membersihkan area pondok putra. Belum lagi ia tidak mengambil jatah sarapan karena ingin cepat bertemu dengan pakdhe dan budhenya.

Suara langkah mengintrupsi Rasyid untuk menoleh. Dilihatnya sepasang paruh baya yang berjalan kearahnya dengan senyum yang selalu membuatnya merasa nyaman didekatnya.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang