50

12K 432 15
                                    

"Diterima ataupun tidak yang penting sudah mencoba daripada tidak sama sekali"

***

Sania dan keluarga sampai dirumah setelah beberapa menit perjalanan dari pondok menuju rumahnya.

Sania sudah ijin untuk langsung ke kamarnya yang berada dilantai dua, ia berjalan memasuki kamar yang sudah dua bulan tidak dipakainya namun masih tetap bersih, mungkin saja ibu dan bi Inah selalu membersihkannya. Pikir Sania.

Ruangan yang bernuansa biru laut yang selalu membuatnya nyaman, tidak banyak prabotan kamar Sania. Hanya ada ranjang kasur dan beberapa bantal serta boneka lusuh pemberian ibunya sejak ia masih belum direncanakan, dan itu artinya bonekanya lebih tua daripada usia Sania.

Disebelah ranjangnya ada meja belajar dan beberapa buku seperti diary dan laptop yang senantiasa menemani Sania.

Diujung tidak terlalu jauh dari kamar mandi ada meja rias juga lemari pakaian Sania. Walaupun jarang memoles wajah, namanya juga wanita pasti harus ada kaca untuk sekedar menyiapkan senyum dikala keraguan melanda.

Cukup lama Sania berdiam diri dikamarnya, memecahkan semua kerinduan dikamar tercintanya. Ia berbaring sembari meluruskan otot ototnya karena habis perjalanan kekota setelahnya pulang. Jujur hari ini ia lelah.

Adzan maghrib berkumandang, Sania bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat berjamaah dimushola keluarganya, sudah lama ia merindukan berjamaah bersama kedua orang tuanya. Alhamdulillah Allah mengabulkan doanya.

Shalat maghrib sudah dilakukan, Sania memutuskan untuk sedikit murojaah agar tidak lupa akan hafalannya. Walaupun dirumah ia harus tetap belajar dan menghafal baik kitab maupun Al Qurannya.

"Nduk habis isya kamu ganti pakaian terus ikut ibu sama ayah ya" pinta bu Iza yang sudah duduk memposisikan dirinya didepan Sania.

"Memang mau kemana bu" tanya Sania bingung.

"Nganterin om Dani mengkhitbah wanita pilihannya" jelas ibu Sania. Sontak saja Sania kaget namun senyumnya mengembang karena paman songongnya sudah melanbuhkan hatinya pada seorang wanita.

"Wah alhamdulillah, siapa wanita yang sudah meluluhkan hati om Dani bu. Apa mbak Zahra" tebak Sania.

"Iya mbak Zahra nduk" jawab ibu Singkat.

Sania tersenyum, ia tahu bahkan paham sejak dulu memang pamannya sudah menyukai bahkan mau mengajak pacaran mbak Zahra, namun apalah daya pamannya ditolak dan diberikan banyak nasihat oleh mbak Zahra jadilah pamannya jomblo.

"Nduk" panggil Ayah Ilham pada Sania.

"Dalem yah" jawab Sania.

"Apa gus Aji sudah berbicara denganmu" tanya ayah pada Sania. Pertanyaan pak Ilham membuat Sania bingung dan menggelengkan kepalanya sebab gus Aji tidak membicarakan hal penting padanya.

"Ya sudah ayah saya yang kasih tahu kamu. Pasti kamu bingung kan kenapa ayah sama ibu menjemputmu pulang" tanya pak Ilham.

"Bukannya Sania mau diajak ikut serta menemani om Dani mengkhitbah mbak Zahra" jawab Sania. Pak Ilham tersenyum dan menggeleng, bukan itu jawabannya.

Sania bingung dengan ayah dan ibunya yang menggeleng bersamaan, ada apa sebenarnya. Batin Sania.

"Bukan itu nduk, jadi maksud ayah menjemputmu pulang karena acara pernikahan kamu dimajukan seminggu lagi" jelas pak Ilham.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang