51

10.9K 428 11
                                    

"Peluk aku! Tauhukah sahabat, aku rindu dimana ada canda dan tawa tanpa harus menunggu waktu luang. Aku mohon luangkanlah waktu untuk kita seperti dulu"

****

Sesuai janjinya semalam, pagi ini Sania sudah rapi dengan gamis dan khimarnya serta tas kecil yang ia bawa untuk tempat ponsel dan dompet.

Sania pamit pada ibunya, berhubung hari ini ayahnya kekantor pagi pagi sekali alhasil Sania hanya berpamitan pada ibunya saja.

Ponsel Sania berdering menandakan ada panggilan masuk untuknya. Tertera nama Ida yang memanggilnya. Segera saja Sania menggeser tombol hijau dan menempelkan ponsel ditelinganya.

Hallo Assalamualaikum Da, ada apa?

Waalaikum salam, aku jemput kamu ya lima menit lagi sampai

Oh iya aku udah siap kok ini tinggal berangkat

Yaudah oke aku matiin ya Assalamualaikum

Iya hati hati waalaikum salam

Setelah beberapa saat menunggu suara mobil memasuki pekarangan rumah Sania, segera saja ia beranjak dari duduknya setelah tadi berpamitan dengan sang ibu. Sania keluar menghampiri kedua sahabatnya.

Ternyata Ida juga menjemput Aisyah terlebih dahulu. Mereka melanjutkan perjalanan sesuai dengan kesepakatan tadi malam yaitu cafe.

Ketiganya masuk dan duduk menunggu pesanan datang, kebetulan sebelum menuju meja yang dituju mereka sudah terlebih dahulu memesan makanan jadilah tinggal duduk dan menunggu sembari bercerita pengalaman mereka selama berada dikota masing masing.

Sania mendengarkan kedua sahabatnya, sesekali ia tersenyum. Kedua sahabatnya masih sama jika bertemu pasti bertengkar. Seperti saat ini Sania terkekeh dengan keduanya. Baik Ida maupun Aisyah tidak ada yang mau mengalah hanya karena perdebatan foto mereka bertiga ketika SMA yang masih tersimpan rapi diponsel Aisyah.

"Tuh kan cantikan aku dari dulu nih, kamu mah udah tembem gitu fotonya masih ngembang ngembangin pipi" cerca Aisyah pada Ida.

"Berisik, sirik lu Syah" ketus Ida

Sania menggelengkan kepalanya, ia senang melihat sahabatnya seperti ini walaupun berdebat namun tidak akan pernah marah justu yang ada hanya tawa yang membuatnya semakin bahagia.

Pesanan sudah datang, wainters meletakkan beberapa menu yang dipesan ketiga gadis itu.

Mereka makan dengan hikmat dan nikmat, tidak ada canda tawa yang ada hanya dentuman piring dan sendok yang saling beradu.

Hingga makanan habis tidak bersisa Sania belum juga membuka mulutnya. Ia masih bingung, jika sahabatnya marah nanti bagaimana, semua pemikirannya kacau hari ini. Meskipun menyenangkan tetap ada beban untuknya.

Lamunannya buyar ketika ada tangan yang menyentuh lengan kirinya. Sania menoleh mendapati wajah kedua sahabatnya yang menyiratkan pertanyaan untuknya.

Sania menghembuskan nafasnya berat. Ia bingung harus bicara mulai dari mana, sedangkan tatapan kedua sahabatnya sudah menunjukkan tatapan intimidasi.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang