77

12.9K 513 12
                                    

"Ketika kita lemah ingatlah masih ada Allah yang senantisa mendengar semua keluh kesah"

*****

"Mau abi ceritain" Sania mendongak lalu mengangguk lemah. Entahlah moodnya hari ini sedang tidak baik-baik saja.

"Sebenarnya tadi abi sudah selesai kelas langsung mau nemuin kamu sayang seperti janji abi tadi pagi. Tapi baru saja abi keluar sudah ada Mia"

"Awalnya dia hanya menanyakan kenapa tidak pernah berkunjung atau sekedar bersilaturahmi ke rumah Mia jadi abi jawab apa adanya" Sania masih setia mendengarkan penjelasan gus Aji. Ada rasa tidak enak karena sudah mendiamkannya.

"Tapi setelah itu Mia bertanya tentang perasaan, mungkin juga sayang dengar kan tadi." Sania sedikit mengangguk karena sedikit mendengar percakapan antara gus Aji dan Mia. Bukan menguping hanya saja tidak sengaja mendengarnya.

"Maafkan abi, jujur abi tidak pernah punya rasa apapun dengan Mia. Abi sudah menganggap Mia seperti adik abi sendiri tidak lebih."

"Tolong jangan diamkan abi seperti ini, abi bingung harus bagaimana" jelas gus Aji dengan nada sedihnya.

Rasa bersalah dalam diri Sania sangat membuatnya merasa bukan istri baik untuk gus Aji.

"Maafin Sania juga bi, maaf sudah membuat abi bingung dan kecewa" ucap Sania sendu.

"Kamu ndak salah sayang, abi yang salah. Harusnya abi bisa lebih melindungimu bukan justru membuatmu kecewa dan sakit hati karena ucapan Mia" ucap gus Aji dengan mengenggam tangan Sania, dangan harap Sania bisa memaafkannya karena kesalahannya. Padahal Sania sendiri justru meminta maaf.

Entahlah terkadang pasangan memang aneh, disaat disalahkan semua sama-sama menyalahkan satu sama lain tapi jika semua mengalah akan jadi meminta maaf dan merasa bersalah semua. Memang lucu kan?

"Tapi Sania juga salah bi. Harusnya Sania ndak mendiamkan abi seperti tadi bi"

"Sudah abi maafkan sayang. Tapi jangan gitu lagi ya" Sania tersenyum dan mengangguk atas ucapan gus Aji.

"Abi juga sudah Sania maafkan, tapi gimana nanti bu Mia bi?" Tanya Sania.

"Gimana apanya?" Bingung gus Aji.

"Kan bu Mia suka sama abi" polos Sania.

"Sayang cemburu?" Sania menggeleng cepat karena pertanyaan gus Aji. Ia malu jika harus berkata iya jika dirinya memang cemburu.

"Yakin?" goda gus Aji dengan menoel dagu Sania. Yang di goda justru menutup wajahnya karena blushing ketahuan cemburu.

"Lah kok ditutup, pasti blushing" gus Aji semakin menggoda Sania hingga wajahnya ia tutup rapat dengan kedua telapak tangannya karena ulah gus Aji.

"Enggak biasa aja" jawab Sania dengan tetap menutup kedua wajahnya.

"Biasa aja kok ditutupin" gus Aji terus saja menggoda dengan terkekeh karena sikap Sania yang menurutntya lucu.

"Mau sayang blushing atau enggak abi tetap sayang. Abi suka kok kalau sayangnya abi blushing jadi gemes. Pokoknya jangan pernah menyerah dengan cobaan yang Allah berikan. Kita hadapi sama-sama ya" Sania mulai membuka wajahnya ia menatap gus Aji dengan masih bersisa merah dipipinya. Ia mengangguk dan tersenyum.

"Insya'Allah bi. Bimbing selalu Sania ya bi, ingatkan Sania kalau Sania salah." Gus Aji tersenyum dan mengangguk.

"Jangan sedih lagi ya, maaf sudah buat cemburu. Abi tidak bermaksud begitu. Insya'Allah abi akan selalu membimbing istri abi yang cantik ini"

"Terimakasih sudah mau menjadi istri abi banyak kurangnya ini. Terimakasih selalu ada buat abi disaat suka dan duka" jujur gus Aji.

"Terimakasih kembali bi, Sania sayang abi" jelas Sania dengan langsung memeluk gus Aji.

Gus Aji menerima pelukan Sania dengan senang hati meski saat ini posisi mereka masih duduk diatas sajadah dan Sania masih lengkap menggunakan mukenanya.

"Abi juga sayang umi" gus Aji mencium pucuk kepala Sania dengan penuh kasih sayang.

Gus Aji masih memeluk Sania begitu pula sebaliknya.

"Sayang jaga baik-baik anak kita ya. Jangan pikirkan apapun yang bisa membuatmu stress, abi ndak mau kalau hal-hal yang tidak abi inginkan terjadi. Na'audzubillah min'dzalik" jelas gus Aji yang kini beralih mengelus perut Sania yang sudah terlihat sedikit membuncit.

"Insya'Allah bi" singkat Sania

Memang benar, suatu masalah akan terselesaikan dengan saling berbicara. Itupun harus dengan kejujuran.

Sekali saja berbohong pasti selanjutnya pun akan berbohong.

*****

"Mas tadi ketemu sama Mia?" tanya nyai Latifah sepulang mengajar di pondok.

"Nggeh mi, kok umi tahu?" Tanya gus Aji bingung, kenapa uminya bisa tahu.

"Bener ternyata..." Monolog nyai Latifah dengan mengangguk-anggukkan kepalanya

"Bener nopone mi?" Tanya gus Aji karena mendengar gumaman nyai Latifah.

"Mas ndak tahu kalau tadi waktu mau salat mahrib banyak santriwati yang bilang katanya mas buat Mia nangis, apa bener?" Jelas nyai Latifah.

"Astagfirullahal'adzim, jadi banyak santriwati yang tahu umi" Nyai Latifah mengangguk sebagai jawaban.

"Memangnya apa yang terjadi?" Tanya nyai Latifah.

Gus Aji tampak menghembuskan nafasnya sebelum mulai bercerita tentang apa yang sudah terjadi tadi siang hingga membuat gosip di pondok putri. Kenapa cepat sekali.

"Mas juga ndak paham mi, tiba-tiba Mia datang terus tanya kabar dan bilang kalau Mia suka sama mas dan pada saat itu juga ada Sania mi. Jadilah Mia terpancing emosinya dan marahin Sania. Aji yang takut emosi akhirnya pergi mi takut juga terjadi apa-apa sama Sania" jelas gus Aji.

"Astagfirullah, kenapa jadi begini mas" gus Aji menggeleng sebagai jawaban tidak tahu.

"Saran umi, selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Umi juga pesen jagain Sania baik-baik. Dia sedang mengandung cucu umi, calon anakmu. Jangan sampai stres, hibur dia. Dan masalah Mia, beri dia pengertian untuk bisa mengikhlaskanmu nak" gus Aji mengangguk patuh.

Sebenarnya ia tidak ingin masalah keluarganya diketahui oleh siapapun namun jika sang umi yang bertanya berakhirlah ia akan jujur. Lagipula saran dan nasihat uminya membuat kelegaan pada diri gus Aji.

Dan untuk masalah gosip itu. Gus Aji tidak akan memikirkannya lagi. Yang penting sekarang adalah kesehatan Sania dan calon bayinya.

Berbicara tentang bayi, ia jadi tidak sabar dipanggil abi. Padahal Sania saja sudah memanggilnya dengan sebutan abi tapi masih saja terasa beda.

Dan untuk calon bayinya, gus Aji sengaja tidak melakukan USG karena menurutnya laki-laki maupun perempuan itu sama saja yang penting lahir dengan sehat dan selamat dua-duanya, maksudnya ibu dan anaknya.

*****

Part ini pendek
Semoga tidak kecewa
Jangan lupa tinggalkan jejak, paling enggak ya klik bintang pojok kiri bawah biar authornya semangat lagi
Komentarnya juga hehe

Terimakasih❤️

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang