44

11.2K 435 4
                                    

"Jangan mencintai melebihi cintamu pada Rabb mu"

*****

Satu bulan berlalu, hari hari Sania kini mulai menyenangkan setelah kejadian yang pernah ia alami.

Mirna menjadi lebih akrab dengan Sania begitupun kedua sahabat Sania juga sudah bisa menerima Mirna walaupun awalnya terang terangan berkata tidak suka namun dengan usaha Sania mereka bisa menerima Mirna dengan lapang hati.

Begitupun dengan Ika, ia juga dekat dengan Sania dan kedua sahabatnya, mereka sudah seperti lima srikandi kemana mana hampir selalu bersama.

"San kamu dapat kiriman surat ini" Sania mengerutan dahi tanda ia tidak tahu menahu tentang surat yang dimaksud Rara sahabatnya.

Mereka sedang berada diperpusrakaan kampus selepas matakuliah selesai. Biasanya mereka akan berkumpul jika jadwal kuliah hampir bersamaan ataupun sama.

Ya sekarang berlima. Mirna, Ika, Sania, Rara dan Suci sedang duduk diperpustakaan sembari membawa buku panduan masing masing.

"Surat? Dari siapa?" Semua mengangkat bahu tanda tidak tahu. Sania menghela nafas beratnya lalu menerima surat dari Rara.

"Buka saja San siapa tahu penting" usul Mirna, semua mengangguk setuju. Dengan ragu Sania membuka surat yang diberikan oleh Rara.

Assalamualaikum Sania. .

Maaf sepertinya kamu tidak mengenalku, tapi saya mengenalmu
Saya hanya ingin berkenalan denganmu saja
Sepertinya saya sudah mengagumimu sejak pertama kali bertemu denganmu

Saya sadar ini terlalu cepat namun saya yakin saya bukan hanya sekedar kagum melainkan suka

Apa kamu mau berta'aruf dengan saya
Jika sudah menemukan jawabannya bisa temui saya. Nanti kamu akan tahu saya siapa..

Wassalamualaikum...
Muh Anas

"Dari siapa San?" Bukan menjawab justru Sania memberikan surat itu pada Rara.

Rara menerima dan langsung membacanya bersama Suci sedang Mirna dan Ika menunggu giliran untuk membaca.

"Ini serius San?" Sania mengangkat bahu tanda ia tidak tahu. Mirna mengambil surat yang sudah dibaca oleh Rara dan Suci, sama halnya dengan mereka yang sudah membaca Mirna dan Ika juga kaget dengan isi surat tersebut.

"Aku tahu siapa pak Anas itu. Beliau dosen mata kuliah akuntansi" ujar Mirna memberi tahu tentang sang pengirim surat.

"Tapi kenapa bisa beliau mengenali saya" semua menggeleng. Ya tidak ada yang tahu tentang bagaimana Pak Anas mengenali Sania.

"Terus saya harus bagaimana?" Polos Sania benar benar bingung. Disisi lain ia takut ini akan menjadi masalah lagi untuknya. Disisi yang lain juga ia takut jika harus memberitahu pada Gus Aji tentang surat pernyataan itu.

"Kamu bilang saja sama orangnya kalau kamu mau..." Belum sempat Suci menyelesaikan usulannya sudah dipotong oleh Sania.

"Saya rasa biarkan saja dulu toh beliau akan menunggu kan" semua mengangguk, benar apa yang dikatakan Sania namun rasa curiga dalam hati Mirna tidak biasanya Sania memotong pembicaraan dan apa maksud Suci? Sania mau apa? Batin Mirna.

Semua sudah tidak memikirkan perihal surat yang dikirim oleh dosen itu. Fokus mereka kembali pada bukunya masing masing.

****

"Assalamualaikum" sapanya ketika masuk kekamar pondok tempat dimana ia bertemu dan bercanda dengan temannya.

Salah seorang menjawab salam dengan senyum yang mengembang.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang