74

13.7K 572 18
                                    

Assalamu'alaikum...

Saya kembali hehe

Ada yang menunggu saya update?

Kalo ada, jangan lupa bintangnya ya wk

Komennya juga, barangkali banyak yang typo juga salah. Dan kalo saya coba tantang kalian buat komen sama bintang yang banyak kira kira bisa nggak ya hehe

Ya 50 komentar sama 150 bintang saja hehe kira-kira sampe nggak ya?

Kalau sampai Insya'Allah besok update lagi

Semoga suka sama part ini❤️

Maaf atas keterlambatan updatenya hehe

Harusnya tadi malam, tapi sedang dalam mode un mood jadilah baru saya selesaikan hari ini hehe

Maaf ya teman-temanku semua❤️

Happy Reading❤️

🌼🌼🌼

"Mimpi itu ada tiga macam; bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah."
(HR Bukhari).

*****

"Senyum dong, masa mau nikah matanya sembab," goda ibu Mirna yang duduk di tepi ranjang kamar Mirna yang sudah di hias dengan berbagai bunga.

"Ndak bu, ini aku senyum nih" Mirna memperlihatkan senyum yang ia paksakan.

Jujur saja setelah dua minggu ibu menelfonnya, tiga hari sebelum hari H Mirna sudah pulang untuk sekedar persiapan saja.

Semuanya ia pasrahkan pada ibunya. Dan sampai saat ini pun ia tidak tahu siapa mempelai pria yang akan menjadi imamnya nanti.

Menurut Mirna, lebih baik ini menjadi sebuah kejutan untuknya. Terima tidak terima harus diterima, ini yang terbaik untuknya. Terlebih pilihan ayahnya, meskipun ia tidak satu rumah dengan sang ayah, tapi bakti anak harus tetap ada dan selalu ada.

"Yakin ndak mau tahu siapa calon suamimu?" Mirna menggeleng, sudah beberapa kali ibunya bertanya dan jawabannya pun sama, tidak.

"Ya sudah ibu kebawah dulu ya. Akadnya akan segera dimulai dan ndak pake pengeras suara" Mirna kembali mengangguk.

Ibunda Mirna beranjak dari duduknya, sebelum pergi ia sempatkan untuk sekedar menguatkan anaknya dengan sebuah usapan halus serta doa, agar anak sulungnya ini senantiasa bahagia.

Berbeda dengan Mirna yang hanya diam. Begitu banyak pikiran yang berkecambuk di hati dan otaknya.

Mirna terus saja berharap Rasyid datang pada hari bahagianya, meski akan terasa berat untuknya. Tentang perasaannya Mirna akui ia nyaman jika bersama dengan Rasyid.

Banyak hal yang bisa mereka diskusikan. Dan dari diskusi itulah muncul sebuah kenyamanan.

Tapi Allah berkehendak lain, Mirna harus menikah. Dengan dijodohkan pula. Semoga nasibnya seberuntung Sania.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang