39

11K 434 2
                                    

"aku Rindu"

****

Siang berganti malam terlihat ketika senja terkikis oleh temaramnya malam meski beberapa jam yang lalu hujan menyapa. Siapa yang tahu jika setelah hujan langit menampakkan jingganya hingga begitu menenangkan.

Diruang bercat cream masih ada dua gadis yang satu setia menemani dengan bersiap melaksanakan kewajiban setelah matahari tenggelam. Ya shalat mahrib, disisi lain masih ada seorang gadis yang terbaring merasakan denyut kepala yang membuatnya merasa lemas.

Bukan berarti malas justru ia sedang berusaha bangun. Selemah apapun ia akan lebih lemah jika meninggalkan kewajibannya.

Dengan dibantu Ning Ela gadis itu berusaha berjalan meski sempoyongan. Siapa lagi jika bukan Sania yang sakit namun masih saja memaksa berdiri mengambil air wudhu dengan langkah gontai meski sudah dipapah Ning Ela.

Bukan Sania namanya jika ia tidak kukuh pada pendiriannya. Sudah ringankan bila sakit bisa beribadah dengan tidur. Dan bila tidak bisa mengambil air wudhu bisa dengan tayamum. Namun ia masih tetap berdiri meski kepalanya terasa sangat berdenyut hingga bumi terasa berputar.

Bumi menang berputar tapi tidak secepat apa yang dirasakan Sania. Untuk kakinya? Lemas benar benar lemas namun jika ia terus berbaring bukankah akan menambah lemas. Jadi niatnya memang lillahitaala karena Allah, dengan ia sakit semoga saja bisa menghapuskan semua dosa dosanya. Insyaallah.

Air wudhu membasahi setiap inci bagian tubuhnya. Ada rasa segar ketika demamnya terkena air. Masyaallah sungguh nikmat.

Berlanjut ketika bersiap dengan memakai mukna, melepas pegangan dengan Ning Ela, seperti badannya akan terhayung karena pusing dikepalanya.

"Mbak berbaring saja biar Ning yang imami ya" interupsi Ning Ela mendapat gelengan, bukan Sania ingin menjadi imam namun Sania ingin shalat dengan sempurna.

"Ning imami saja, mbak insyaallah kuat" keyakinanya membuat semangat meski memang rasanya campur aduk. Bisa dibayangkan bukan.

Baiklah jika sudah seperti ini apa yang bisa dilakukan Ning Ela selain mengangguk dan segera melaksanakan kewajibannya.

Sajadah sudah digelar menghadap kiblat hampir sejajar dengan sajadah Sania. Semua sudah bersiap.

"Allahhu Akbar"

Luruh sudah hatinya mendengar takbir. Allah begitu sayang padanya meski ia sakit payah tapi masih melindunginya dari godaan setan yang sewaktu waktu mengglayutinya.

Hingga tiba rakaat terakhir, seperti sudah menjadi kebiasaan. Sujud terakhir adalah sujud dengan doa terlama. Baik Ning Ela ataupun Sania sangat khusyuk seperti memanjatkan sebuah doa.

Selesai salam bukan berarti selesai beribadah, masih banyak yang harus dikerjakan. Disaat yang lain tergesa gesa dengan ibadahnya justru mereka menikmatinya dengan kasih sayang yang Allah berikan. Memohon dan meminta, bersyukur juga ikhlas atas apa yang telah diberikanNya.

****

Waktu sudah menunjukkan ba'da isya, keluarga ndalem sedang mempersiapkan makan malam termasuk juga Sania.

Sebenarnya ia bisa makan dikamar Ning Ela saja jika ia beralasan masih pusing pasti akan diijinkan. Bukan Sania namanya jika ia tidak menurut apa kata orang tua.

Meniti Rasa (Selesai, Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang