8. Menunggu Orca Pergi

3.9K 1K 50
                                    

Kawanan paus pembunuh tak sebodoh yang dikira, mereka tahu mana santapan yang pas untuk makan malamnya selain kawanan ikan sarden.

Ruvallo memutar otak mencari cara keluar dari persembunyian secepatnya. Cukup nekat bila Ruvallo pergi membawa Macica dari kumpulan pepohonan sementara kawanan paus orca memutari wilayah pepohonan--mencari celah masuk ke dalam; bersiap mengoyak tubuh Macica dan Ruvallo dengan satu set gigi tajam mereka. 

ditotal terdapat lima paus orca dan sialnya tiga paus orca paling kecil berhasil masuk ke wilayah pepohonan, memaksa Ruvallo menarik Macica mencari celah yang lebih sulit dilalui paus orca. Ruvallo yakin jarak antar satu pohon dengan pohon lainnya bisa membuat orca kesulitan melaluinya.

Entah teknik apa yang kawanan paus itu gunakan, dua lainnya berhasil masuk ke wilayah pepohonan, ikut berburu membantu kawan mungilnya. Perlu diketahui ukuran orca termungil di kelompok itu adalah enam meter!

Ruvallo berdecih. "Aku harus belajar teknik menyelam dari kawanan orca ini."  

"K-kita sudah terkepung." Macica menatap awas ke sekitar. Semakin Ruvallo membawanya ke tengah, semakin gencar pula tiga paus orca tersebut mengikuti.

Gerakan orca tersebut sungguh agresif, gerakannya liar mengikuti, mengabaikan sirip serta bagian tubuhnya yang terantuk permukaan kayu.

"Kata siapa kita terkepung?" Macica bisa melihat mata biru Ruvallo mulai menyala di kegelapan, salah satu alis hitamnya terangkat membuat ekspresi menjengkelkan. Ruvallo tak nampak wawas seperti saat Macica menjumpai paus orca. Jemari Ruvallo mengetuk pohon di sampingnya, meminta Macica memanjat sampai ke puncaknya.

"T-tapi kau bilang bernapas dengan oksigen akan membuatku mati?"

"Siapa yang bilang kau akan mati? Aku bilang kau akan sesak napas," sanggah Ruvallo. "Lalu mati."

Macica membeliakkan mata. Itu sama saja membunuh Macica perlahan.

"Hah! Sekarang kau panjat saja pohon itu. Aku bawakan air untuk pasokan paru-parumu," jelas Ruvallo memalingkan wajahnya, memusatkan perhatiannya pada kawanan orca. "Kau bisa memanjat, bukan?" Terdengar nada ejekan di sana. Ingin rasanya dia mencakar Ruvallo saat ini, sayang sekali keadaannya tak menguntungkan.

Melepaskan tautan pada lengan Ruvallo, Macica beralih mencengkeram celah-celah batang yang ada. Dia mengerahkan tenaga yang tersisa untuk memanjat pohon. Hingga pucuk kepalanya mulai menyentuh permukaan air. Semilir angin menerpa wajah Macica membuatnya hampir lupa dia makhluk darat, tadinya. Sengaja Macica bernapas dengan udara, membiarkan paru-parunya bernapas dengan normal. Dadanya belum bereaksi ternyata.

Macica susah-payah duduk terkulai lemas di cabang pohon terkokoh. Membiarkan tubuhnya bersandar pada pohon, seluruh tubuhnya terasa linu walau hanya digerakkan barang sedetik. Diliriknya Ruvallo yang membawa dua buah kantung--diyakini terbuat dari dedauan--penuh berisi air, lalu memberikan salah satunya pada Macica dan ikut bersandar di cabang pohon yang berbeda.

"Bukankah kau salah memberikan kantungnya? Kantungmu lebih kecil dari kantungku," tutur Macica dengan wajah datarnya.

"Tidak. Kau lebih membutuhkan itu daripada aku."

Baru saja Macica ingin membalas ucapan Ruvallo namun dia mulai mengalami sesak napas begitu menyiksa. Tergesa-gesa Macica menghirup air di kantung itu sampai napasnya kembali normal.

"Tubuhmu masih menyesuaikan diri, jadi bila tiba-tiba kau bernapas dengan udara, seperempat paru-parumu akan memproteksi diri dengan berhemat mengeluarkan cadangan airnya. Karena kau masih pemula, tentu perlindungan paru-parumu masih prematur."

Ruvallo memalingkan wajahnya, lebih memilih menutup mata. "Berbeda dengan kami yang sejak lahir hidup di air."

Sedangkan aku lahir di darat. Hidup bersama ayah Krush yang suka tersenyum, ibu Ibhe yang hobi mengelus kepalaku, dan Jean .... Macica menyipitkan mata, memilih diam tak melanjutkan kata hatinya. Beralih menekuk kedua kakinya dan meringkuk, mencium lutut. Lantas menutupi wajahnya yang mulai memanas. Menahan tangis.

UNDER WATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang