25. Cerita Olivia Untuk Macica

1.9K 560 26
                                    

Gadis itu terbangun dari tidurnya. Ia beranjak dari kungkungan hangatnya bara api untuk pergi sedikit menjauh dari Hebize yang sibuk memeluk diri dan dibuai mimpi, Macica bisa melihat senyuman tipis yang terukir di bibirnya. Setidaknya Macica bisa melihat kedamaian yang terbias cahaya jingga api di sana sebelum Hebize, dia, dan lainnya mencapai akhir kisah.

Menggeserkan pandangan lainnya pada Ruvallo dan Yegi saling menyandarkan diri pada pohon Mahoni, menempelkan pelipis masing-masing—menjadikannya sebagai bantal. Mereka—juga—nampak damai dengan posisi saling memeluk, jangan lupakan senjata bermoncong yang tergolek di samping badan—membingkai mereka berdua. Ini akan menjadi kali kedua Ruvallo dan Yegi merasakan sensasi tidur, lucu rasanya saat mereka berdua berunding siapa yang akan berjaga namun berakhir tergeletak tenang di dekat perapian. Macica menduga kualitas tubuh mereka menurun guna menyesuaikan diri dengan fungsi tubuh barunya.

Macica jongkok menyejajari wajah Yegi yang nampak sepuluh kali lebih damai dari dekat. Wajahnya nampak lebih pucat dari penampilan cerahnya saat hidup di air namun ia tetap menarik dengan keceriaan yang dimiliki, bahkan saat tidurnya. Hidungnya memerah berusaha menyedot udara dingin untuk dihangatkan oleh sistem organ barunya, bibirnya membuka sedikit celah—turut membantu hidung memasok banyak udara lalu mengeluarkan kepulan tipis yang sedikit menerpa wajah Macica.

Jemari Macica perlahan menyentuh pelipis Yegi, pelan ia melepaskan gagang alat pendeteksi panas yang mengungkung salah satu mata Yegi, ia—Yegi—tak akan sadar siapa yang telah melepaskan alat pendeteksi itu pun alasan kenapa Macica melakukannya. 

UNDER WATER

Jean memaku diri di atas bebatuan raksasa yang menopang tubuhnya. Pemuda itu duduk memeluk salah satu lutut lalu bersenandung sambil menengadah kepada langit kelam dengan cahaya rembulan yang menerpa wajahnya (entah di mana bulan itu berada Jean sudah tidak peduli). Akhirnya pemuda itu bisa bernapas lega, alat pendeteksi panasnya dibiarkan tergeletak di sampingnya bersama boots, rompi, dan senjata.

Pemuda itu bersenandung lembut, mengantar mimpi kepada bunga yang menguncup, arus sungai yang mengalun halus, dan angin yang berhilir mudik menghembus tengkuk. Jangkrik ikut mengiringi dengan simfoni krik krik yang saling bersahut-sahutan—kompak menggesek senar untuk sang penyenandung nada. Rumput dan ilalang bergoyang lembut ketika angin mengajaknya menari bersama dan jangan lupakan efek hijau mungil yang tertarik mendekati si pemuda—terbang mengelilingi atau hinggap di atas kuncup bunga menyaksikan si pemuda yang menutup mata menghayati senandung sambil menengadah kepada langit beriak.

Tanpa Jean sadari, Macica duduk di bawah kaki batu sambil menekuk kedua lulut, ia memilih diam menatap kunang-kunang yang mulai mendekati Macica perlahan, mungkin kunang-kunang itu mengira mata hijaunya adalah kawannya atau memang murni tertarik ingin mendekati saja? Tidak ada yang tahu, tapi yang pasti Macica menikmati apa yang ia lihat dan dengar.

Senandung perlahan mencapai akhir. Jangkrik mengerti dan semakin melambatkan tempo permainan sebelum mencapai garis penutup pun pemuda yang mulai mengiris senandung dengan akhir yang indah. Selalu indah didengar.

Hening setelahnya. Tidak ada senandung dari seorang pemuda, yang ada hanya suara jangkrik dan daun yang saling bergesekan. Para kuncup bunga benar-benar sudah tidur nyenyak, air sungai juga demikian, sedangkan angin masih setia menembus tengkuk perlahan, sejajar dengan momen kunang-kunang yang saling kejar-kejaran mengitari batuan besar.

Jean masih sibuk menutup mata. Macica asyik menggerakkan jemari menyentuh pantat kunang-kunang yang berpedar kehijauan, didekati menjauh tak disentuh mendekat, terus mengulang pola yang sama.

"Tidurlah."

Macica menengadah menatap Jean, ia sudah tahu keberadaannya ternyata. Macica beranjak mendaki kecil untuk bisa bersanding dengan pemuda itu.

"Aku tidak bisa tidur kali ini," kata Macica.

"Apa sekali lagi aku bersenandung bisa membantumu tidur?"

"Tidak—sebentar. Aku ingin berpikir sekarang"

"Soal gambar itu?"

"Tidak ... akhir kisah bayi Olivia"

"Oh ... kautahu akhir cerita buatan Tuan Krosktan?"

"Tidak"

Jean menaikkan salah satu alisnya, "Lalu?"

"Tapi kurasa aku tahu akhir cerita bayi Olivia"

Jean menekuk alisnya heran. "Jadi intinya kautahu atau tidak?"

"Entahlah," gumam Macica. "Kautahu Jean, sepertinya aku ingin mendengar senandungmu itu."

Macica menggeser pantat—usaha mengiris jarak yang semakin tipis dan hilang kala bahu Macica menyentuh lengan Jean. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu pemuda di sampingnya, sementara itu jemari kanan Macica merangkak ke udara meraih hal yang tak kasat mata—yang diidamkan.

Lambat laun temaram hijau kunang-kunang mengisi ruang di sekitar Macica dan Jean, berdansa pelan seolah mengajak mereka berdua ikut bergabung ke euforia yang diciptakan. Sadar akan satu hal, tentu mereka berdua menolak. Euforia yang tercipta oleh para kunang-kunang bertolak belakang dengan yang dirasa dua manusia itu, berbeda unsur, tidak dapat bersatu.

Kunang-kunang akhirnya sadar, seolah meminta maaf pada dua manusia di depannya, mereka memohon undur diri dan memilih hinggap di tiap ilalang dan kuncup bunga lily, bergabung dengan kawannya yang sedari awal enggan ikut terbang guna mendengarkan senandung pemuda manis ini untuk kali kedua.

Detik itu juga Macica menutup matanya, menghayati simfoni penghantar tidur yang berasal dari pita suara Jean. Inilah yang Macica suka selain dongeng rekaan dari Ayahnya: senandung Jean. Pemuda itu memang tidak pandai berkisah rumit seperti Tuan Krosktan, tapi senandungnya cukup membuat Macica terlelap damai jika ia kesulitan mencari kepulasan dalam tidurnya.

Jean bersenandung di atas ubun-ubun Macica layaknya kebiasaan rutin selain makan dan minum, terdengar lirih dan jernih, simfoni lembut terbaru ciptaannya untuk Macica agar ia tidak menangisi mimpi buruknya—bertemu ayah ibunya. Jean mengelus ubun-ubun kepala Macica sebagai penutup senandung.

"Hanya Macica yang tahu akhir ceritanya!"

"Eh! Kok aku?!"

"Nanti Macica akan mengerti"

UNDER WATER

.

~('-'~) ~('-')~ (~'-')~

830 kata

Selasa, 22 Oktober 2019

Baby Olivia 

UNDER WATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang