60. Akhir

3K 475 121
                                    

Lagu tema terakhir untuk chapter terakhir ....

UNDER WATER

Aku punya banyak kisah yang ingin kuceritakan kepada Ayah-Ibu. Banyak sekali sampai-sampai kepalaku pusing karena dipenuhi oleh memori-memori yang terlalu sayang untuk dibuang. Bukan hanya yang menyenangkan saja, memori yang membuatku menangis bila mengingatnya juga ada.

Terlalu sayang untuk dibuang namun juga sakit bila terus disimpan. Jadi izinkan aku sedikit bercerita selagi aku masih mampu bertutur kata.

Ayah, semasa aku hidup, kawanku hanyalah Jean. Sekarang kawanku bertambah tiga dan aku tidak ingin kehilangan mereka. Mempunyai hal yang berharga untuk dijaga adalah suatu kebahagian tersendiri bagiku. Aku bisa tersenyum karenanya; aku bisa lebih hidup karenanya; aku bersyukur mengenal mereka.

Ibu, aku takut mati. Memikirnya saja terasa seketika membuat kepalaku kosong, dadaku berdebar kencang memikirkan segala kemungkinan yang ada bila aku mati nantinya, dan kadang-kadang keluar keringat dingin di sela-sela tanganku. Tetapi Ibu, pada akhirnya semua manusia akan mati, jadi mau tak mau aku harus menghadapinya.

Sebentar lagi aku akan menghadapinya.

Sisa-sisa tenagaku masih mampu menggerakkan otot-otot kaki untuk terus berjalan—bergabung ke tempat di mana semua berkumpul. Dari pandangan mataku yang memburam, aku masih dapat melihat orang-orang yang tersisa terus melakukan perlawanan. Mereka masih terus berusaha menggabungkan kekuatan meskipun satu persatu orang berhasil dilumpuhkan.

Sedikit lagi ...

Sekali lagi kupaksa kekuatanku: aku memacu kedua kakiku untuk sekali lagi berlari, aku menepuk kedua pipiku agar lebih fokus lagi, dan kugenggam erat kedua tangan untuk yang terakhir kali. Sambil berlari aku berteriak sekeras mungkin—melampiaskan semua rasa sakit yang mulai mencekik tubuh.

Sedikit lagi ...

Aku melompat tinggi, menghantamkan pukulan berdentum pada musuh yang tersisa. Kukeluarkan semua kekuatanku sampai tak bersisa sambil terus berteriak dan memotivasi yang lainnya. Kuaktifkan arlojiku, mengirimkan misil yang cukup untuk dilepaskan.

Di antara bumbungan asap, kobaran api, dan teriakan, kulihat Ruvallo masih terus berjuang memukul mundur musuh yang tersisa bersama dengan Kakek Ivan. Aku mengulas senyuman ketika mata kami saling bertemu. "Sedikit lagi, Ruvallo!" teriakku menyemangati.

"TERUS MAJU!" teriak lantang Ayah Walski yang berada di depan kami semua. Aku menanggapinya dengan teriakan.

Sedikit lagi ...

Tembok besar yang menghalangi berada di depan mataku, berdiri menjulang, dan tampak tak tergoyahkan. Ada ribuan pasukan yang menjaganya dan kami mampu melawan berkat gen istimewa.

Sekali lagi dan untuk terakhir kali kubuktikan bahwa kekuatan yang kumiliki mampu menembus pertahanan kubah yang mulai goyah, setidaknya begitu menurutku sebab tiba-tiba sirine berkoak kencang ke segala penjuru arah dan tembok besar yang mulanya gagah mulai bergetar.

"PERTAHANAN TEMBOK DIRETAS! KITA BISA MEMBOBOL DINDINGNYA!" teriak Tuan Murov yang mengetahui keadaan sebenarnya tanpa mengurangi intensitas serangan misil ke musuh-musuh yang tersisa.

Sedikit lagi ...

"Terus maju, Nak!" ucap Tuan Simon di sampingku.

Kami bersatu menumpas semua pasukan yang tersisa sambil terus menyemangati satu sama lain. Sisa-sisa tenaga kugunakan untuk membuat ratusan misil, sama halnya seperti yang dilakukan Tuan Simon.

Sesungguhnya tubuhku melebihi ambang batas. Semakin banyak darah yang mengalir melalui hidung, pandangan mulai memburam, dan langkah kakiku semakin memberat. Tapi saat Tuan Murov dengan lantangnya mengatakan kurang dua puluh meter lagi mencapai tembok, aku memaksakan diri untuk sekali lagi.

UNDER WATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang