Melewati anak sungai dengan bukit sejuta pohon eksotis, mereka melangkahi batu sungai, menjejaki karpet hijau dari bukit lain, menyibak kedua kaki di antara panjangnya ilalang hingga sampai pada hamparan dandelion tanda perjalanan masih jauh adanya.
Mereka menjadi musafir perjalanan panjang, mencari kebenaran dengan naif dan rasa penasaran. Di antara sekelompok rusa dan zebra hingga kumpulan domba gunung yang bisa menguasai medan, ada lima remaja dengan kemampuan adaptasi luar biasa, jauh mengalahkan para binatang.
“Tempat yang luar biasa.” Hebize mengaktifkan pendeteksinya. “Dunia buatan ini sungguh luar biasa, aku tidak bisa membayangkan berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun dunia ini.”
"Aku tidak mengerti. Kita repot-repot diasingkan di atas air untuk apa?" Tanpa menunggu jawaban Jean melanjutkan. "Bukan hanya itu, kenapa pula orang-orang di sekitar kita tidak berniat berjelajah--dan juga kenapa dunia ini tampak detail sekali. Ada banyak pertanyaan di kepalaku ini!”
“Ada banyak hal kenapa seekor burung dikurung ke dalam sangkar, Kak Jean." Yegi mulai berlagak menyumpal rasa ingin tahu Jean. Ia sejenak menyilang dada ke depan. "Satu, karena mereka langka. Dua, karena mereka sangat langka. Tiga, karena mereka sangat sangat—"
“Aku setuju poin awalmu Yegi,” kata Ruvallo memotong penjelasan Yegi sebelum ia melontarkan jawaban yang lebih tidak masuk akal lagi. “Kita mungkin memiliki sesuatu yang langka. Tapi mari kita ubah perumpamaan burung menjadi manusia, kiranya kenapa manusia dikurung—maksudku dipenjara?” Ruvallo sengaja menahan jawaban.
“Sederhananya, penjara ada untuk mengurung orang-orang yang bersalah ….” Hebize mengulum bibir, enggan melanjutkan.
“Orang-orang bersalah ditahan bukan hanya karena ‘bersalah’ ….” Macica menambahkan.
“Berbahaya … orang ditahan bukan sekadar bersalah saja … bisa jadi berbahaya--atau memang berbahaya sehingga ditahan agar tidak meresahkan manusia-manusia lainnya.” Jean termenung sejenak menatap rerumputan. “Tidak mungkin … penjelasan ini terlalu sempit.”
“Tidak, Jean, kau sudah benar. Coba kalian kaitkan kata langka, bersalah, dan berbahaya itu. Sederhana, bukan?” Ruvallo mengaktifkan alat pendeteksinya. “Sekali lagi coba kaulihat pemandangan sekitar yang begitu megah, menurutmu kenapa orang di sana mau repot-repot membuat dunia sekompleks ini untuk kita?”
“Kita jauh diatas kata ‘berbahaya’,” kata Macica memberi pencerahan singkat.
“Pertama dandelion, sekarang ini, lalu setelah ini apa lagi?! Aku sama sekali tidak paham!” gerutu Yegi. Ia sudah lupa lagaknya tadi seperti seorang profesor ternama.
“Aku malah tidak ingin memahaminya,” ucap Jean.
“Ini hanya penjelasan sederhana yang sengaja kami buat sedikit rumit. Jika ada sekumpulan manusia yang menyimak percakapan ini, aku yakin tanpa dijelaskan panjang lebar mereka langsung mengerti poin utamanya,” sindir Ruvallo.
Yegi memelotot kesal pada kakaknya, tentu Ruvallo balas dengan wajah datar.
“Daripada kau memikirkan percakapan kami, baiknya kau memikirkan cara agar dapat melewati jembatan di depan sana dengan cepat," tutur Hebize.
Ucapan Hebize membuat Yegi melongo. Dari puncak bukit—tempat mereka berada—di kaki bukit salanjutnya, jurang dengan dasar kelam telah menanti, jurang itu memotong akses perjalanan mereka. Tidak ada jembatan seperti bayangan Yegi melainkan sebuah pohon menyerupai beringin tumbuh gagah di bibir jurang, bentuk batangnya melengkung menyerupai jembatan penyeberangan, tapi bedanya tidak ada papan kokoh untuk dipijak melainkan sulur-sulur panjang bergelantung--pengganti akses jembatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...