Sensor Jean berkedip cepat saat melewati pohon raksasa di tepian bekas sungai besar. Alat itu mendeteksi 'sesuatu' di dalam pohon raksasa. Sensor Jean tidak hanya mendekteksi kalor manusia saja, melainkan keseluruhan objek. Ketika suatu objek terdeteksi suatu ketidakwajaran, otomatis mata Jean akan lebih waspada. Ia memfokuskan diri pada pohon raksasa di sampingnya saat sedang berlari menyisiri batuan. Pohon raksasa itu memiliki anatomi aneh mulai dari tudung akar hingga batangnya menembus langit buatan.
Satu kata untuk mewakili isi hati Jean, "Wah."
"Wah wah ...," imbuh Yegi. "Kita tak lebih dari kumpulan kutu pengembara di sebuah tubuh manusia. Luar biasa sekali ... mereka terlampau detail membuat dunia ini." Muncul seringaian bahagia dari bibir Yegi.
"Tampak kontras dengan bukit salju yang akan kita lalui sebentar lagi. Sensorku mendeteksi suhu menurun drastis saat kita semakin dekat dengan bukit itu." Jean menyipitkan matanya. "Orang-orang itu benar-benar menyebalkan."
"Sudah pasti mereka berusaha keras menghentikan kita—tak masalah! Kita pasti bisa melaluinya." Yegi meloncat riang. "Iya 'kan Kak Maci?"
"Dingin ... aku mulai merasa kedinginan." Macica mengenakan kain seadanya untuk menutupi hidung dan mulutnya.
"Kenakan jubah kalian." Ruvallo menyusul mengenakan jubah sebelum ia memasuki area, tudungnya ia pasang hingga menutupi sebagian dari wajahnya. Ia tahu cara ini kurang efektif, seragam mereka belum kering betul dan jubah yang dikenakan tidak mampu menahan panas di tubuh mereka. Tapi apa boleh buat? Hanya inilah solusi yang Ruvallo dapat.
UNDER WATER
"Pak, mereka sudah mulai memasuki wilayah bukit," tutur kata salah seorang dari bawahan Edward. "Kita sudah siap di posisi, menunggu perintah Anda."
Edward menyilangkan kedua tangannya ke depan, menatap segan pada layar lebar di hadapannya. Ia menahan perintah yang tertahan di ujung bibir. Satu menit, dua menit, tiga menit. Semua yang ada di tempat itu hening—menunggu perintah lanjutan dari ketua mereka. Namun Edward agaknya masih enggan bertutur kata lebih lanjut. Sebagai gantinya (karena ia telah membuat seluruh stafnya menunggu) Edward mengatakan untuk menurunkan suhu bukit lebih ekstrem ... sekaligus menghapus serangan lanjutan yang telah dirundingkan; yang artinya membiarkan mereka lewat. Lewat begitu saja.
"Tunggu ... bagaimana dengan rencana kita sedari awal, Pak?!" Salah seorang staf terkaget-kaget.
"Sudah kukatan untuk menahan serangan lanjutan. Kita biarkan mereka."
Dipikir ketua mereka mabuk, salah seorang taf lagi-lagi berusaha menanyakan penuh penekanan dan segala konsekuensi yang akan didapat karena hal ini. Lantas Edward menjawab, "Biarkan Eksekutor Daniel menghadapi mereka."
"Pak, dengan wujud Eksekutor Daniel yang seperti itu, bagaimana ia bisa membereskan tiga mutan itu?" salah seorang staf menilik ragu Eksekutor Daniel dalam berwujud bocah kecil. "Kita sudah kehilangan begitu banyak eksekutor."
"Kalau Daniel mati dikeroyok tiga mutan biarkan, toh ada pasukan yang siap siaga di gerbang utara," kata Edward santai sambil menggaruk hidungnya yang gatal. "Anggap saja ini hukuman baginya, ia sudah terlalu banyak bermain dengan mutan-mutan dalam kubah, jika ia mati semuanya impas. Kalau ia masih hidup walau dikeroyok yasudah. Lagipun, salah satu dari tiga mutan itu sudah terinfeksi racun saat pertempuran tadi. Ia akan mati sebentar lagi. Sebagai tambahan mereka itu mutan kecil minus pengalaman, mereka pasti akan kesusahan nantinya."
Tidak. Itu bukan keputusan bijak. Tapi lebih dari itu sangat tidak bijak menempatkan Ketua Edward dalam penanganan kali ini. Ia terlampau labil dari anak remaja kebanyakan. Sialnya seluruh staf diharuskan mematuhi protokol yang mengatakan bahwa ketua adalah pemegang kuncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...