Saat ditanya berapa sisa perjalanan menuju ke Zavilash maka Ruvallo menjawab ...
"Sedikit lagi."
Menurut perkiraan Ruvallo mereka tiba di sana sore nanti. Macica tidak bisa meminta Ruvallo untuk mempercepat lajunya. Ia tahu Ruvallo pasti kelelahan namun terlalu genggi mengatakannya. Dalam keadaaan seperti itu pun Ruvallo mau repot-repot mencari beberapa buah di sekitarannya. Ruvallo melakukan itu karena tahu Macica menahan mualnya ketika ia menawarkan olahan pangan khas Zavilash.
Singkat cerita, beberapa ekor ikan melintas di samping Macica. Dengan cepat Ruvallo menangkap salah satu di antaranya dengan tangan kosong lantas mengurungnya dalam genggaman kuat lengan kiri Ruvallo, seakan ia tengah meremukkan ikan malang itu.
Ruvallo mengawali aksinya tepat di depan Macica. Lelaki itu mengacungkan ujung belati pada perut ikan, menusuk, mengoyaknya rapi--yang justru membuat Macica mual. Jeroannya tercerai berai; darah segar menguar deras seperti kepulan asap di dalam air. Belum juga perut Macica tenang, semua darah itu mengarah pada wajahnya. Tangan Macica tergerak mengibas-ngibaskan darah tersebut agar berbalik arah.
Di tengah Macica sibuk bergelut dengan darah, Ruvallo telah mengiris ikan tersebut menjadi beberapa bagian. santai sekali ia menyerahkannya pada Macica. Belum sempat Macica berucap, Ruvallo segera menarik ikan tersebut lalu meminta maaf. Ia baru sadar Macica tidak terbiasa dengan aksinya.
"Kau menungguku lama, ya? Maaf, dari semua pohon yang ada di sini hanya dua buah ini saja yang paling manis," balas Ruvallo sembari menyerahkannya pada Macica.
Macica meringis saat lidahnya mengecap rasa dari kedua buah itu. Masamnya tak tertahannya membuat air liur Macica berlomba-lomba keluar dari mulutnya. Dia harus menahan rasa kecutnya untuk saat ini. Mungkin memang benar, hanya buah ini yang lebih manis daripada yang lain.
UNDER WATER
Dengan metode yang sama tanpa mengurangi kecepatan, Ruvallo menautkan jemarinya untuk menarik lengan Macica keluar dari wilayah kumpulan pohon.
Berbeda dengan Ruvallo, tatapan Macica lebih awas dari biasanya. Berkali-kali matanya menyisir keadaan dan sesekali mendeskripsikan wujud dari binatang air di kejauhan sana yang malah membuat Ruvallo terganggu karena kebisingan Macica.
Dengan penglihatan yang terbatas Ruvallo hanya bisa mengedipkan matanya, percuma bila dia menyipitkan matanya karena mengulang cara yang sama tidak akan berhasil.
"Ada yang mengarah ke kita! Kepalanya menyembul dari sesuatu. Bentuknya bulat dengan empat sirip di tiap sisinya. Sesuatu itu memiliki corak. Ukurannya sangat besar," ucap Macica dengan sedikit ketakutan.
Firasat Ruvallo kali ini mengatakan binatang yang dideskripsikan oleh Macica tidaklah berbahaya. Ruvallo mulai mempercepat laju untuk membuktikan firasatnya.
"Oh itu hanya seekor penyu hijau. Tidak berbahaya"
"Penyu?"
"Binatang bertempurung keras untuk melindungi tubuhnya yang lunak"
"Warnanya kehijau-hijauan"
"Namanya penyu hijau," balas Ruvallo santai dengan mendekati beberapa penyu tersebut. Membuat Macica tertarik untuk menyentuhnya.
Dengan ragu-ragu jari telunjuknya menyentuh salah satu tempurung penyu tersebut, takut-takut penyu hijau itu terganggu dan menjauhi Macica. Tapi apa yang dipikirkan tidak sama dengan apa yang terjadi, penyu tersebut malah acuh tak acuh.
Macica semakin girang dan mengetes kekokohan tempurung itu dengan mengetuknya. Masih belum puas Macica melepaskan genggaman dari Ruvallo dan memeluk penyu hijau tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasi[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...