Kapal

1.9K 542 38
                                    

1872 kata
.

“Apa Bayi Olivia tidak memiliki akhir cerita, Ayah?” tanya Macica penasaran.

“Tentu ada! Tapi Ayah masih belum memikirkan akhir ceritanya,” kata Tuan Krosktan yang berbaring damai di atas perahu yang sedikit lagi rampung.

Krosktan menatap langit-langit Azera yang rimbun di beberapa titik dan jarang di beberapa bagian. Batang Azera memang mengagumkan--dapat beregenerasi dengan cepat. Dalam kurun waktu satu tahun batang muda mulai merangkak naik, dua tahun kemudian daun hijau muda berganti warna menjadi hijau tua, tiga tahun setelahnya mulai tumbuh cabang serta daun rimbun, empat tahun berlalu Azera tidak nampak seperti negri yang habis diterjang air bah, dan tahun kelima Azera berfungsi kembali—tepat diumur Macica yang ke tujuh tahun.

“Ayah?” Macica menuntupi penglihatan ayahnya dengan memandang Krosktan dari atas, rambut kelamnya menjuntai ke bawah menggelitiki wajah Krosktan.

Krosktan tersenyum lalu beranjak berdiri dan mengangkat Macica tinggi-tinggi, melempar Macica ke atas—dan baru Krosktan tahu Macica mengalami peningkatan berat badan. Macica tertawa riang, kadang kala cekikikan karena digelitiki atau berteriak kecil karena ayahnya usil mencubit pipi Macica sampai ia berhenti.

“Ayo Ayah! Lagi lagi!” Macica menggoyangkan lengan Krosktan namun dia memilih enggan dan menggeleng pelan.

“Ayah capai,” tutur Krosktan berpura-pura mengipasi leher dengan tangannya seraya menghembuskan napas berat. “Sebagai gantinya ayah akan memberi tahu tentang akhir cerita Bayi Olivia!”

“Wah cepat sekali! Kuharap aku bisa mengerti apa yang ayah katakan setelah ini. Cerita Olivia sulit untuk kumengerti!”

“Ayah tahu kau pasti akan mengerti,” ujar Krosktan menahan cekikikan. “Akhir ceritanya adalah ….”

Macica semakin mencondongkan badannya pada Krosktan, menanti jawaban dengan isyarat mata membentang lebar.

“Hanya Macica yang tahu akhir ceritanya!”

“Eh! Kok aku?!”

“Nanti Macica akan mengerti.”

Macica memiringkan kepalanya tidak paham tapi lekas-lekas ia hapus ekspresi itu lalu ia tersenyum simpul. “Ayah …” suara Macica terdengar centil sekali.

“Ya, Nak?”

Macica memeluk Krosktan begitu erat, ia menenggelamkan wajahnya di perut ayahnya cukup lama, lalu mendongak menatap Krosktan seraya berkata, “Aku tidak menginginkan apa-apa dari perjalanan Ayah nanti … aku hanya ingin Ayah pulang dengan selamat.”

Krosktan memeluk Macica sebagai balasan lalu mengangguk lirih.

“… lalu setelahnya Ayah harus bercerita tentang petualangan besar Ayah.”

Krosktan tidak mengangguk kali ini.

Sebuah Janji

Kabar burung mengatakan bahwa dalam dua puluh empat jam kedepan perahu Krosktan siap berlayar mengarungi samudra, maka sebelum itu terjadi Murov berangkat pagi-pagi buta untuk berjumpa dengan Krosktan dengan seragam hitam khasnya dan sarung pedang yang tersampir di pinggang. Kali ini Murov mantap melangkah untuk mengambil keputusan yang telah ia ambil.

Saat Murov meniti tangga menuju ke dermaga ia melihat seperti sebuah tiang di kejauhan, barulah ia sadar saat daun rimbun yang menutupi pemandangan telah ia lewati. Bukan sebuah perahu yang Murov bayangkan selama ini, melainkan sebuah kapal megah berwarna cokelat tua tengah mengapung di dermaga—bahkan ukuran dermaga tidak seimbang dengan ukuran kapal itu. Sekumpulan layar berbagai ukuran tersusun rapi dari layar terlebar di bawah dan semakin mengecil ukurannya saat mendongak ke puncak layar, seperti stupa layar yang disusun presisi siap menghujam ke atas langit.

UNDER WATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang