"Tentu tidak."
Macica menguarkan ekspresi seperti berkata Apa kau bercanda? Oh tentu dengan mudah Ruvallo menangkap reaksinya. Wajar memang, tinggal di negri terisolir--
Tidak.
Tinggal di negeri yang mengisolirkan diri membuat Macica dan lainnya jauh dari kata maju. Sebenarnya layak dikatakan baik-baik saja namun mereka terlalu menutup diri sehingga perkembangan Azera lumayan lamban.
Ruvallo melihatnya, mengawasi betapa menyedihkannya cara hidup negeri Azera, bukan dari cara mereka mengelolah negerinya namun dari cara pandang mereka seolah-olah berkata, "Aku tak ingin jauh dari negeriku." Contoh sampel nyatanya ada di depan Ruvallo saat ini. Dia nampak terdiam berpikir keras tanpa langsung bertanya padanya.
Ruvallo tak tega membiarkan gadis itu terus berpikir keras tanpa berniat langsung bertanya padanya lantas mulai menjelaskan dari akar semampunya--walau dia tak ingin banyak mengoceh. "Azera adalah satu dari empat pohon raksasa yang kami ketahui, dua pohon di antaranya tidak berpenghuni. Sedangkan dua yang berpenghuni adalah Azera dan Filerra. Dan kami menjadikan Filerra sebagai inang kami." Ruvallo menolehkan kepalanya pada Macica. "Dari sini kau mengerti?" tanya Ruvallo sedikit tersirat nada meremehkan di sana.
Macica tak peduli, dia mengangguk patah-patah tanda ya tapi tidak selaras dengan pikirannya saat ini. Macica masih memproses informasi yang jelas-jelas tabu. Dan lagi kata kami menandakan spesies Ruvallo bukan hanya dia saja! pikir Macica begitu.
Sejarah Azera salah. Azera bukanlah satu-satunya negeri yang bertahan dari bencana dahsyat air bah. Ayahnya benar; Azera salah.
"Filerra adalah negeri yang sama dengan negerimu; menutup diri. Bedanya mereka sedikit terbuka dengan kami walau ada dari mereka takut. Oh ya, bentuk Pohon Filerra menjulur lebar ke samping, berbeda dengan pohon Azera yang tegak menjulang ke atas."
Ruvallo masih melihat Macica, gadis yang mulai ditariknya mengernyit menatapnya. Menuntut banyak penjelasan namun setia mengatupkan bibir.
"Itu saja penjelasanku, ternyata lelah juga kalau banyak omong."
kalimat penutup dari penjelasan pendek Ruvallo membuat Macica geram. Pasalnya dia hanya mendapat secuil penjelasan dari yang Macica harapkan. Dan dia melupakan jawaban dari pertanyaan yang Macica tunggu.
Ruvallo telah menarik Macica beberapa saat yang lalu mulai melontarkan pertanyaan, "Kau mau membawaku ke mana?"
"Ah ya, aku akan membawamu ke Zavilash. Negeri di bawah Filerra," balas Ruvallo santai.
"Tapi aku harus kembali ke Azera"
"Kau gila? Sekarang kau bernapas dengan air. Sepuluh menit bernapas dengan oksigen akan membuatmu sesak napas," ketus Ruvallo dengan tatapan jengah. "Ah lagi-lagi aku banyak bicara," sesal Ruvallo memasang tampang lesu yang dibuat-buat, berharap Macica diam menyesali perbuatannya karena membuatnya banyak bicara.
"Kau mengawasiku sejak lama?" tanya Macica menghiraukan tampang Ruvallo saat ini.
"Untuk pertanyaan lain sebaiknya kau simpan. Setelah kita tiba di Zavilash kau boleh bertanya apa pun"
"Kenapa tidak sekarang?"
"Oh ayolah! Aku hanya ingin fokus menggeretmu saat ini."
"Setidaknya biarkan aku menemui Jean, Ayah Krush, dan Ibu Ibhe agar mereka tak merasa cemas."
Ruvallo mengeratkan genggamannya pada Macica, "Tidak untuk sekarang," jawab Ruvallo tanpa harus repot-repot menengok ke belakang melihat ekspresi kesedihan Macica.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasía[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...