Sepuluh musuh serentak mengaktifkan tameng transparannya. Mengarah tepat ke tiga remaja yang bersiaga mengangkat senapan masing-masing. Semua diawali dengan keheningan—hening sekali di arena mereka sampai desir angin yang menggesek antar ilalang terdengar nyaring. Di arena ini mereka mengabaikan riuh di medan pertempuran seberang danau sana. Tiga pasang mata menatap waspada pada sepuluh pasang mata yang mengunci pandangan.
Semua begitu senyap seperti patung pahatan yang diletakkan di atas padang ilalang. Tidak ada pergerakan mencurigakan. Ruvallo cepat memutar otak. Jika medan pertempuran berupa hamparan ilalang, maka tidak ada tempat untuk berlindung selain membawa sepuluh pasukan ini mundur ke hutan di belakang mereka.
Tanpa ada gerakan mencurigakan, tiba-tiba sepuluh misil keluar dari tameng serempak ditembakkan ke arah tiga remaja itu berada.
"Menghindar!"
Ruvallo, Yegi, dan Jean kompak memencar. Sepuluh misil itu mengenai udara kosong lalu menancap ke tanah dan meledak—memuntahkan butiran tanah, rerumputan, serta asap yang mengepul tinggi.
Ruvallo berguling di tanah lalu sigap memasang kuda-kuda, moncong senapannya terarah ke pria-pria yang meremehkannya. Misil balasan terlontar menghantam tameng transparan—bedebum keras menyusul setelahnya. Ruvallo gagal, ia hanya membuat si Pria Gagah mundur satu meter. Kini lawan mainnya balik menyerang Ruvallo berserta dua temannya di sayap kiri dan kanan. Tiga misil ditembakkan sekaligus, Ruvallo refleks menghindar.
Sementara itu Jean menembakkan peluru ke empat musuh di depan, tapi percuma karena tameng transparan hanya bergeming di tempat. "Sialan! Tameng itu merepotkan sekali!" Jean nekat berlari mendekati lawan dengan senapan yang dijadikan tongkat pukul, ia melompat tinggi sembari mengacungkan tongkat—senapan—tinggi-tinggi. Sekuat tenaga Jean menghantam tameng tapi hanya suara nguing-nguing dan riak kebiruan yang dihasilkan. Sementara seorang kawannya diserang Jean, tiga lainnya serempak menembakkan misil. Jean buru-buru melompat mundur, tetapi saat itulah sebuah misil dari lawan yang diserangnya mengarah lurus ke Jean.
BUM!
Misil itu lagi-lagi mengenai udara kosong, Jean berhasil menghindar, ia berniat mengarahkan senapannya—menembak salah satu yang lengah. Belum sempat mengarahkan moncong senapan, misil susulan kembali ditembakkan.
Mengikuti jejak Jean, Yegi menjadikan senapannya sebagai tongkat pemukul. Alhasil ia tidak ada bedanya dengan Jean yang kesulitan melawan, jadi di tengah serangan mengguyur arena geraknya, Yegi memutar otak mengubah strategi konyol—dan sia-sia—sekaligus mencari metode terampuh untuk menyerang meski satu-satunya cara yang ada di otaknya ialah bersatu dengan Ruvallo dan Jean. "Cih! Aku ingin sekali memakai tameng itu," gerutu Yegi disela-sela mempraktekkan teknik menghindarnya.
Lama sekali mereka memanfaatkan momen untuk bertahan, misil-misil dari tameng itu terus menembak tanpa henti, baru saja menapak tanah sudah digempur misil lagi, sampai stamina mereka bertiga cepat terkuras. Sulit menggiring pasukan tersebut ke area hutan atau memang pada dasarnya pasukan itu terlatih untuk menghalau trik-trik sederhana remaja-remaja di depan.
"Sudah cukup!" Jean menggeram frustrasi. Ia berlari gesit mendekati lawan. Senjatanya telah ia lempar ke belakang karena tidak berguna walau sekadar menyentuh ujung jemari. Ia gesit menghindar hujaman misil dari empat lawan di depannya. Sekali lagi Jean melompat tinggi—mengarahkan kepalan tangan ke tanah dekat mereka berpijak. "TERIMA INI DASAR MENYUSAHKAN!" Bunyi dentuman membuat empat lawannya terpental ke belakang tanpa persiapan matang.
Selama musuh masih terpental di udara, Jean berlari menghantamkan pukulan ke sembarang musuh. Tameng yang belum sempurna terbentuk berhasil pecah bagai serpihan kaca, pukulan Jean telak mengenai perut musuh hingga ia terpental semakin jauh lalu jatuh bedebum kencang. Musuhnya berkurang satu.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...