"Je ... an?"
Terkaanku dibalas dengusan dan decihan kasar. Setelah itu gendongannya agak melorot--seperti berniat melepaskanku pada saat itu. "Aku Ruvallo, dasar bodoh!" desisnya. "Sepertinya kau teler, Macica." Sejenak Ruvallo memperbaiki posisi gendonganku yang melorot lantas ia kembali menggerutu. "Cih, kau merepotkanku! Apa kau tidak bisa berdiri sendiri, huh?!"
Aku hanya mengerjap-ngerjapkan mata sebagai balasan. Apakah mataku mulai eror? Mungkin akibat putaran kencang tadi kepalaku jadi pening luar biasa (kabar baiknya lidahku tidak sekelu awal-awal tadi, tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan kenapa aku salah menyebut nama).
Tapi jauh lebih penting daripada itu ternyata aku cuma mengigau saja; hanya halusinasi.
"Kaubisu, ya, Maci--?"
Ucapan Ruvallo terhenti karena sesuatu (kauyakin sebuah misil) menghantam perisai yang melingkupi kami. Perisai bergetar saat setelah mendapat gempuran lalu kembali setenang air.
"Sudah kuduga Macica tidak akan mati semudah itu! Aku tidak kaget dengan keberadaanmu yang tiba-tiba datang melindunginya, Ruvallo!" teriak Cebol pada kami, suaranya menggema di jurang yang kami tempati; memantul di sana-sini dan berulang-ulang terucap hingga berakhir mengecil dan menghilang ditiup angin.
Alih-alih melempar balasan, Ruvallo menelengkan kepalanya ke kiri-kanan mencari jalan keluar. Kemudian ia menggerutu kecil lalu berkata, "Hey Yegi Daniel! Bisa kaulempar seutas tali kemari? Aku tidak bisa keluar sambil memboyong kayu gelondong besar di kedua tanganku."
Andai tanganku tidak selembek ini, aku pasti bakal menempeleng kepala Ruvallo--tak peduli bila ia sempat menjadi ketua dadakan. Terkadang ia bisa begitu menyebalkan sampai-sampai aku ingin menendang pantatnya.
"Mana mungkin ... nanti aku dimarahi Edward kalau sampai meloloskan kalian," balas Cebol (dan lagi-lagi suaranya menggema di sekitaran jurang). "Ada baiknya kukubur saja kalian berdua di jurang ini."
Setelahnya terdengar ledakan susulan yang mengarah langsung ke tameng Ruvallo. Lagi dan lagi; tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Merasa terusik, Ruvallo berdecih kecil kemudian berlari melalui jalur batuan cadas rangkap yang tingginya di atas kepala Ruvallo saat tertangkap oleh mataku.
Sementara itu, gempuran misil dari arah tepian tebing di atas sana terus berdatangan, mengikuti di mana Ruvallo (dan aku) berada. Berlindung di balik batuan yang kokoh pun percuma, malahan hanya akan mencelakakan kami berdua bila ingin terus bernaung sebab peretelan batuan runcingnya bisa saja menancap tepat di atas kepala kami. Ruvallo tidak bisa terus-terusan membuat tameng, kulihat retakannya mulai merambah ke sekeliling kami karena saking seringnya tertimpa remahan batuan cadas.
"Oi Macica! Setidaknya kalungkan kedua tanganmu itu ke leherku agar gendonganku tidak goyah--" seketika Ruvallo mengerem mendadak, sebuah batu runcing hampir menembus kakinya. Aku hampir jatuh karena pengereman Ruvallo."--ya ampun kau hampir saja lepas dari peganganku!"
Ruvallo ini hanya sok misterius pada saat bersama dengan orang banyak, giliran denganku saja sikapnya jadi lebih menyebalkan. Apa ia masih belum paham juga tanganku masih belum bisa digerakkan? Aku sudah mencobanya dari awal pelarian tadi tetapi tanganku kembali terkulai tak berdaya. Sepertinya Ruvallo terlalu fokus--atau bahkan tak peduli, ia masih terus mendesakku di tengah pelarian yang tidak menghasilkan apa-apa selain mengitari jurang sepantasnya lawan yang menghindari serangan.
"Setelah Yegi Daniel selesai bermain, ia pasti akan menembaki dinding tebing di seberangnya untuk mengubur kita--!" Ruvallo mengambil jeda sebentar, ia berlindung di balik batuan--lagi--meskipun itu sia-sia. "--berusahalah agar kedua tangan payahmu itu tidak tergolek kaku seperti itu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...