Terombang-ambing selama berhari-hari di tengah lautan luas itu tidaklah menyenangkan bagi Walski. Bukan tanpa sebab, ia sendiri tidak tahan perutnya dikocok oleh goyangan maut dari kapal sementara Walski sendiri tidak tahan dan paling mudah rapuh di antara awak kapal lainnya.
Seharusnya ia berdiri gagah bersama Tuan Murov dan si botak Simon, menikmati terpaan angin asin dan suara deburan ombah yang dipecah oleh ujung kapal. Seharusnya begitu. Tetapi melihat keadaannya yang sebelas dua belas dengan orang yang sekarat tentu membayangkan hal segagah itu adalah suatu kemuskilan.
Walski yang malang tak bisa jauh-jauh dari pinggiran kapal. Kalau-kalau nanti kapal terombang-ambing lagi, ia tak ingin memuntahkan isi perutnya di tengah-tengah dek kapal-itu memalukan, mengingat ia sendiri yang menggebu-gebu di awal pelayaran.
Demi menjaga harga diri, ia berniat mengosongkan perut sampai tiba ke tempat tujuan. Tapi ini sudah hari ke lima dan tidak ada tanda-tanda sesuatu seperti pohon raksasa di kejauhan. Simon sendiri mendesak Walski agar mau melahap walau hanya dua suapan daging ikan bakar. Walski yang malang tidak dapat menolak Simon yang memohon-mohon padanya, alhasil dia melahapnya.
"Kau lanjutkan makanmu, aku hendak menemui Tuan Murov." Tanpa meunggu persetujuan Walski, si botak itu segera menemui atasannya yang berdiri kaku menatap lautan biru dan terpaan angin laut.
"Simon, tidakkah kau mampu memprediksikan bagaimana perjalanan kita ke depannya?" tanya Murov setelah ia melirik Simon telah berdiri di sampingnya.
"Setelah kita mendapatkan serum dari negeri air itu ... kita akan menyelam dna memulai petualangan ... menyusul Macica Yalkhi?" terka Simon ragu-ragu.
"Lebih daripada itu kita akan berhadapan dengan orang-orang dengan senjata yang mematikan." Murov membalikan kedua telapak tangannya yang memutih; menatapnya lamat-lamat. "Aku tidak tahu sekuat apa kita jika berhadapan dengan orang-orang di sana, tapi menilik dari ingatanku yang memulih, kita yakin mampu mengalahkan mereka."
Simon diam menyimak, ia tidak tahu apa-apa mengenai konspirasi dunia. Simon hanyalah seorang botak pitak yang hidup dan merencanakan kematiannya di Azera tanpa banyak cakap dan mengeluh seperti apa yang biasa Krosktan lakukan. Simon sendiri merasa terlalu bodoh untuk menelan perkataan tuan di sampingnya itu: tentang pemalsuan sejarah, tentang mutan, tentang seseorang yang selama ini telah mengintai Tuan Murov, tentang dunia bawah air, tentang serum.
Apa pun itu ... apa pun yang Simon dengar dari Murov tak mampu dicerna baik-baik sebab ia merasa tidak pernah mengerti apa-apa. Namun setidaknya ia berguna dengan menjadi seorang bawahan setia Tuan Murov.
"Aku tidak akan memaksamu untuk mengerti semua perkataanku, tapi aku ingin kau percaya Simon," terang Murov.
Tentu saja Simon percaya. "Saya mungkin lamban dalam memproses informasi, namun saya akan berusaha memahaminya perlahan-lahan."
Tuan Murov tersenyum ramah menimpali, sebagai balasan ia menepuk pundak Simon keras-keras. "Aku beruntung memiliki seorang bawahan yang patuh sepertimu."
Simon mengangguk kecil. "Terima kasih atas pujiannya, Tuan."
"Kau tidaklah sebodoh itu, Simon, kau hanya tidak tahu. Lebih-lebih apa mereka-orang di luar kubah-yang telah menanamkan mindset padamu untuk tetap berdiam diri di Azera juga penambahan ingatan yang tidak perlu seperti sejarah Azera." Jeda sejenar, Murov memerintahkan Simon untuk menatap para awak kapal yang bercengkerama sambil menyantap makanannya. "Lihatlah wajah-wajah mereka, memangnya mereka segera percaya padaku tentang 'pernyataan ini'? Kau ingat mereka sempat ragu dan takut, bukan?"
Simon beralih memandangi kapal-kapal lainnya yang berlayar di belakang Murov. "Bahkan ada yang menganggapmu gila, Tuan Murov. Tapi mereka pada akhirnya percaya padamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantastik[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...