20. Bermain

2.6K 730 60
                                    

Suhu di bawah sini lebih dingin dari yang diperkirakan. Parahnya seusai hujan mendera suhu turun beberapa derajat, membuat kabut malam senantiasa bringas menggigit kulit mereka dengan hawa dingin yang setia mengelilingi.

Bara api memang liar memanjat udara malam namun suhu tak kalah liar bersaing menguasai udara. Macica memilih meringkuk di dekat perapian sambil mengulurkan kedua tangannya, meminta api menyadurkan kehangatan kecil untuk tubuhnya dan mengurangi kelembaban pada bajunya. Api oranye kemerahan menerima dan berusaha menghangatan Macica dan lainnya disela-sela ikan yang terpanggang di samping badan.

Berlawanan dengan semua, Yegi duduk berlawanan arah dengan memunggungi api--punggungnya lebih kedinginan daripada badannya-- Remaja termuda itu asyik mengunyah ikan hasil buruan, sesekali Yegi cekikikan seperti orang kurang waras sebab Yegi seperti merasa sesuatu yang panas menggerayahi lehernya.

Ruvallo sigap mengusap kasar bagian belakang Yegi agar rambutnya tak habis terbakar oleh api. Yegi seperti merasa dihantam oleh Ruvallo mengusap kepalanya kasar dan mencebik marah.

“Kalau duduk jangan dekat-dekat api! Jika aku tidak segera menghilangkan api itu, ludes rambutmu terbakar!” nasihat Ruvallo dibalas lengosan dari Yegi.

“Nih! Aku sudah menggeser pantatku!” Yegi membalas.

Sedikit jauh dari perapian tersebut Jean menyandarkan diri pada pohon akasia, menekuk salah satu kakinya, menopang tangannya sambil memainkan daun. Sesekali ia menyenandung merdu--menciptakan dunianya sendiri-- dengan sesekali matanya awas menatap di kejauhan.

Tangan yang lain bersanding manis dengan belati yang menjadi pegangan Jean saat ini. Ia tak mau binatang liar bertatapan muka dengan kawannya--Macica terutama.

Merasa jenuh, Jean menengadah menatap langit beriak. Bayangan riak air kentara seperti hendak jatuh begitu saja menimpa Jean.

Entah teknik apa yang ditunjukkan, suasana malam terasa kentara dengan cahaya rembulan yang berasal entah dari mana. Pula matahari yang Jean teliti keberadaannya namun tak kunjung bertumbuk pandang. Permainan apa yang terjadi hingga waktu bisa tumbuh berkembang di bawah sini?

Jean sempat mendengar cerita Macica yang singgah di Zavilash--negri bawah air--kontan membuat Jean menaikkan salah satu alis sebagai jawaban. Namun segera ia kembali menarik keherenan karena serum aneh yang mengalir bebas di tubuh pula dua makhluk air dan seorang perempuan pirang dari negri yang serupa dengan Azera.

Tak sengaja Ruvallo bertemu pandang dengan Jean yang langsung dibalas dengan tatapan datar. Sejenak Ruvallo menyipitkan mata dan kembali menyibukkan diri dengan berdebat kecil dengan adiknya.

Hebize yang sedikit jengah berdehem kuat dan berhasil menarik perhatian keempat kawannya. “Terima kasih atas perhatiannya,” Hebize memperbaiki posisi. “Kita sadar tujuan kita sudah tercapai di sini: menemukan apa yang ada di dasar lautan--dan apa yang kita temukan berhasil membuat kita syok.

Dari sini aku mulai berpendapat kita orang yang berhasil keluar dari tahanan yaitu pohon raksasa--negri kita--dicap sebagai buronan. Kalian ingat bukan tentang rencana kita untuk membawa Macica kepada Azera malah menggiringnya dalam masalah?”

“Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana belati ini memotong tali tambang itu,” komentar Jean menjinjing belati.

“Dari sana aku mulai merasa kita memang sedang dicari … atau mungkin diawasi. Ini argumen terburukku”

"Kita sudah masuk ke permainan, Hebize," ujar Yegi menopang dagu.

“Aku tahu … tapi aku merasa kita—“

“Tidak aman," sahut Macica memotong perkataan. "Ya kami semua mengetahui. Tapi jika kita berhenti, sama saja kita menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengungkap seluruhnya. Jika kita memang sudah dijebak, setidaknya kita mati sebagai orang yang berhasil menembus batasan …. Dibandingkan dengan lainnya kita mati bersemayam di atas tanah … bukan mati bersemayam di air"

UNDER WATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang