Jika bukan karena kemampuan istimewa mereka, sudah dapat dipastikan remaja-remaja tangguh ini mati sejak menginjakkan kaki di bawah air—tempat tersembunyi indah membuai mata. Bila semangat dan keberanian tidak ada dalam daftar keyakinan mereka, tidak akan ada pertarungan ini karena lima remaja itu telah menyerah lalu dieksekusi saat itu juga oleh kumpulan eksekutor yang menyerang mereka semenjak menginjakkan kaki di atas tanah—di tempat yang sesungguhnya.
Andai itu semua tidak ada entah apakah cerita ini masih berlanjut atau terhenti di tengah jalan.
Jika segala kemampuan dari hati telah bulat, maka, tidak ada halangan yang mampu menghentikan jalan mereka--bahkan ratusan pasukan menyerang, membombardir keadaan, berupaya menghancurkan semangat dan tenaga, tetap tidak akan ada yang mampu menahan.
Mereka kuat. Jangan tanya sekuat apa karena saat ini lima sekawan mampu membunuh musuhnya secepat mungkin tanpa mengindahkan pengalaman bertarung para pasukan, jelas sekali setinggi apapun kekuatan pasukan itu masih kalah kuat dengan lima remaja yang digadang-gadang akan merusak tameng kuba raksasa di utara atau lebih tepatnya tameng yang menyelimuti seluruh kuba. Stamina mereka tidak terkuras habis begitu saja, Yegi--yang suka mengeluh--bahkan mengerahkan semua kekuatannya untuk membunuh siapa saja yang menghalangi sampai titik darah penghabisan.
Dentuman terdengar saling sahut menyahut. Entah dari pihak musuh atau remaja, berlangsung dalam hitungan menit tapi serasa berjam-jam terjadi. Hutan yang dijadikan area pertempuran tidak lagi seindah awal dinikmati, semakin bergerak ke utara, rela tak rela hutan-hutan itu mulai rompal tak terkendali.
Pasukan yang semula berada di ujung bibir hutan dipukul mundur ke utara sambil berusaha menahan pergerakan mutan-mutan ini sementara pasukan elite masih mempersiapkan diri.
Hanya karena berhasil memukul mundur pasukan bukan berarti kemenangan mau berpihak pada lima remaja dengan segala keunggulannya. Ini hanya taktik agar persiapan pasukan elite jauh lebih mantap. Sedikit pengenalan: pasukan elite yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan pasukan garis depan bergerak maju tanpa membawa alat apapun untuk menyerang, cukup mengenakan seragam hitam dan mengenakan senjata menyerupai jam tangan.
"Tuan Edward, pasukan Eksekutor Betha-A siap di posisi," kata salah seorang staf wanita tanpa memalingkan pandangan pada layar hologram di depannya sementara tangannya bergerak lincah mengetikkan kode di layar. "Area utara siap untuk dijadikan arena eksekusi," lanjutnya.
Edward bergerak melihat layar salah satu stafnya, menatap serius video terkini pasukan elite yang bersiap siaga di depan tebing sedangkan sisanya bergerak maju ke depan membantu pasukan garis depan. "Bagaimana dengan senjata Li-One-nya?"
"Menurut pihak divisi penyerang senjata tersebut telah diamankan melalui akses pintu tebing untuk kembali mengumpulkan tenaga." Wanita tersebut menampilkan reka adegan proses pengamanan Li-One yang dibawa masuk ke dalam tebing lalu menutup layaknya tirai. "Status energinya masih terkumpul 32%."
Belum genap Edward mengangguk, pintu silver berpedar kehijauan di tiap sisinya, pintu itu terbuka menampilkan sosok Pimpinan berjas hitam dengan dua orang berjas putih di sisi kanan dan kirinya—sebagai asisten pribadi. Langkahnya gagah meniti lantai putih, matanya tajam menatap tiap staf yang berhenti mengerjakan tugas karena kedatangan ...
"Pimpinan ..."
Sebuah tepukan lantang menggema, tak lama sebuah sofa melayang di samping Pimpinan bak anjing yang terpanggil karena panggilan tuannya. "Lanjutkan pekerjaan kalian, aku sekadar melihat kinerja kalian secara langsung." Pimpinan mulai duduk elok di atas sofa, semua orang yang berhenti kaku kembali disibukkan pada tugasnya masing-masing. "Dan kau Edward ... kerjakan tugas ini tanpa cacat. Kau mengerti?"

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...