2198 kata
.Hembusan angin memaksa daun mungil renta untuk segera memisahkan diri dari inangnya. Ratusan tak terkira jumlahnya. Rontok bagai butiran hujan, menggulung diri tiga ratus enam puluh derajat, bergoyang ke kanan kiri dan tak sengaja saling bertubrukan saat di udara. Ratusan daun kuning itu terbang sedikit menjauh, mengakhiri aksi dengan pendaratan anggun di atas permukaan aliran anak sungai, terapung-apung mewarnai sungai kecil itu.
Kecipak air tercipta dari pertemuan dedaunan atau para ikan kecil yang melompat riang di pinggiran sungai, saling kejar-kejaran atau berlomba mencari makan. Mengawali pagi dengan keceriaan dan aura positif yang menguar.
Sayang sekali aktivitas mereka tak bertahan lama karena sesuatu berukuran besar jatuh dari atas langit, membuat para ikan yang bergerumbul lari pontang-panting. Percikannya melambung tinggi lalu kembali bersatu dan sisanya nyasar tepat di pinggiran sungai, mengenai boots dan seragam salah seorang di bibir sungai.
"Kita di sini tidak untuk bertamasya! Ayo kembali, Yegi!" teriak Hebize yang baru saja terkena tempias air.
"Ah! Kau sama saja seperti Kak Ruvallo, Hebize! Tidak bisakah aku istirahat sejenak?" Yegi beringsut membenahi posisi mengambang khidmat di atas air sambil menggerakkan sekujur tubuhnya. Ia terlihat seperti seekor ikan yang senang dengan hunian barunya.
"Ruvallo! Bujuk adikmu--" Mulut Hebize tersumpal saat melihat Ruvallo yang duduk di atas bebatuan sambil memegang kepala erat-erat. Pastilah efek samping serum yang membuat kepala Ruvallo pusing sehabis tidur nyenyak. Melirik sekilas Yegi yang asik berenang berpindah pada Ruvallo yang memijat kening, kembali menatap Yegi lalu ke Ruvallo lagi. Dapat Hebize simpulkan bahwa tubuh Ruvallo mengalami sedikit kendala menetralisir efek serum, ia satu langkah lebih lamban dari Yegi ... mungkin.
Hebize beralih pada Macica. "Macica, ayo bantu aku membujuk--" kalimat Hebize lagi-lagi terputus di tengah jalan saat melihat Macica mencelupkan kedua kakinya ke dalam air sambil memandang Yegi yang tengah berenang.
"Rambut cokelat, bantu aku--"
"Tunggu Yegi! Aku akan menyusul!" sergah Jean yang antusias melepas boots, sejurus kemudian Jean melompat, menciptakan tetesan air yang terbang mengarah ke wajah Hebize, lagi.
"Kau mengenai wajahku, Rambut Cokelat!"
"Oh ya, Pirang?! Kalau begitu terima ini!"
Jean mengirim air pada Hebize yang tengah memasang posisi bertahan sambil menggerutu sebal, dua detik kemudian Yegi bersemangat membantu Jean menciduk air dan menampiaskan lebih pada Hebize. Ruvallo yang masih memijat keningnya pelan terkena imbasnya juga, sisi wajahnya terkena air yang membuat Ruvallo geram.
"Hei hentikan!" decak Ruvallo ketika kain mulai menyerap banyak air di sekitar lengannya.
Yegi menghentikan gerakannya lalu melipat dada. "Kak Ruvallo tidak seru! Ya, 'kan Kak Jean?"
Jean tidak menjawab, ia memilih membalas tatapan Ruvallo tanpa ekspresi. Mereka masih mengibarkan perang dingin.
Macica beranjak pergi dan menjulurkan tangan pada Hebize, "Aku meminjam alat pendeteksi itu sebentar."
Hebize menaikkan salah satu alis seraya memberikannya pada Macica.
"Kau beristirahatlah sejenak. Biar aku yang berjaga di sana," jawab Macica sambil mengarahkan telunjuk pada batuan raksasa. Sebelum Hebize beralasan Macica sudah menyumpalnya dengan perintah, "Sebentar lagi kita akan menghadapi yang lebih sulit, bukan? Itu katamu. Maka beristirahatlah sejenak. Ajak Ruvallo juga!" kata Macica lugas dengan tatapan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...