Macica--tanpa sadar--berteriak histeris. Ia yang hendak melompat ke dalam air buru-buru ditahan Ruvallo.
Hebize segera berlari mengejar aliran air yang membawa Jean dan Yegi di dalamnya. Diikuti Ruvallo yang menarik lengan Macica untuk bergegas mengikuti.
Hebize tangkas melewati batuan cadas dan batang pohon yang menghalangi rintangan. Melompat ringan, berguling melalui celah, sesekali menatap ke arah sungai yang masih belum ada tanda-tanda penurunan gelombang air.
Macica menggeram ikut mengimbangi, meninggalkan Ruvallo beberapa meter di belakang. Tangannya tak kalah gesit melewati bebatuan, sesekali tersandung batu seukuran kepalan tangan namun ia berhasil memperbaiki posisi.
Sementara itu di dalam gulungan ombak, Jean bersusah payah mengendalikan awak, ia juga kesulitan membawa Yegi yang berontak panik. Tiga empat kali senjata yang ia bawa menghantam bagian bawah kepala Jean, itu lebih baik dari pada Yegi yang tak terhitung jari menampar wajah Jean dengan kuat.
Jean khawatir pada medan yang dilalui, ada banyak batu yang tersebar di sepanjang sungai. Tidak ada tanda-tanda surutnya air bah sementara ia sudah kenyang dicekoki air.
"Yegi bertahanlah!" teriak Jean pada Yegi yang berada dalam genggaman Jean.
"Kak Jean ..." lirih Yegi terhapus air yang menyapu wajahnya.
Beruntung sebuah gelondong kayu panjang bergerak horizontal menyejajari Jean dan Yegi, sekilas tampak seperti ikan besar yang bergerak lurus. Segera Jean memeluk gelondong di sampingnya, diikuti Yegi yang berhasil mencengkeram kuat gelondong kayu di belakang Jean.
Bersamaan dengan itu sayup-sayup teriakan terdengar di bibir sungai. Sekilas Jean melihat tiga kawannya berlari mengejar dan sesekali berseru meneriakkan nama mereka berdua. Jean kontan menjulurkan tangannya tinggi-tinggi, memamerkan jempolnya sebagai tanda ia baik-baik saja.
"Yegi, buat gelondong panjang ini berubah posisi menjadi vertikal."
"Maksud Kakak?"
"Ubah posisi ujung-ujung gelondong ... menghadap bibir ... sungai," jelas Jean terpotong air.
Yegi mengangguk paham segera mengubah posisi gelondongan kayu. Jauh di depan sana ada batuan kembar terpisah dua meter menanti di tengah-tengah sungai. Mereka bisa membuat gelondongan ini terdampar di sana--memberi kesempatan bagi mereka berdua untuk berpindah ke batuan kembar. Itulah satu-satunya kesempatan yang dapat Jean baca.
"Jean cepatlah! Air terjun menunggu di depanmu!" peringat Macica pada sosok Jean yang terombang-ambing di lautan air tengah mengubah posisi gelondongan kayu bersama dengan Yegi.
Yegi paham akan satu hal, jika ia gagal mendamparkan gelondong kayu ini di batu kembar, maka ia dan Jean akan jatuh terjerembab ke air terjun yang ada di baliknya. Dengan gesit Yegi menggerakkan gelondong kayu itu seraya berkata, "aku tidak mau mati!"
Bruk!
Sebatang kayu berhasil terdampar di tengah sungai, cepat ditahan oleh dua batu kembar. Air bah terbelah menjadi tiga bagian, dua di sisi kanan dan kiri dan satunya memaksa melewati gelondong kayu hingga kayu mengeluarkan suara patah yang mengerikan didengar.
Gelondong kayu itu tidak sekuat yang pikirkan, maka sebelum gelondong itu patah menjadi dua bagian, dua remaja itu bergegas menuju salah satu bebatuan kembar meski dihantan gelombang air bah yang tak kunjung usai.
Jean berhasil meraih batu kembar beralih memusatkan pertolongan pada Yegi yang masih terjebak tepat di tengah gelondong. Jean memanjangkan tangan kanannya seraya berteriak menyemangati anggota termuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER WATER
Fantasy[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tanpa ujung, maka pohon Azera memberi secerca harapan untuk bertahan. Manusia yang tersisa mulai memban...