Jika aku suka begini, jika tanganku lepas dari mulut dan membiarkan ia mengeluarkan apa-apa yang selama ini disimpan dalam hati, maka begini kira-kira bunyinya;
Pertama, Anjing. Bangsat. Keparat.
Kedua, kau bodoh. Bodoh untuk tidak mengetahui bahwa aku segala tahu tentang itu. Tentang nol, koma, satu sampai seratus lima puluh tujuh ribu palsu mu.
Ketiga, aku diam. Diam sampai kau kira bulatku bukanlah bungkam. Diam sampai mereka kira aku selalu berbuah cinta. Diam sampai diam pun bosan bersemayam. Lihat lagi nomor dua ; kau bodoh.
Empat, aku senang. Sebab mampu 'tuk berdiri walau tergolong, walau dengan pelan, namun aku mampu. Tanpa kau, dan kau, dan kau, dan kau. Kembali pada nomor tiga; aku diam sampai pulih yang biram-biram.
Lima, enam, tujuh, delapan, sentuh infinit-- aku pulang. Akhirnya aku pulang bersama yang berkawan awan. Aku pulang dengan bekas peperangan. Disambut hangat oleh kawan, didekap nya aku sampai bertemu lagi Syahda yang berkembang. Ia merekah, lugu, lugu, lugu. Tanpamu. Kembali pada nomor satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkit Dari Keterpurukan
PoesiaBangkit dari masa lalu yang menghantui pikiran, dan kenangan. Fase dimana dari awal saya terpuruk menjadi bahagia seperti sekarang. Semua tergantung masing-masing orang. Ingin bertahan tetapi disakiti atau melepaskan Demi kebahagiannya. Tuhan tidak...