Bagian 17

386 79 8
                                    

Seungwoo dan Seungyoun menunggu Jinhyuk yang masih berdoa depan makam bundanya. Rencana awalnya Jinhyuk hanya ingin pergi sendiri setelah sarapan tapi Seungyoun melarang. Toh, buat apa mereka sampai menyusul Jinhyuk kalau akhirnya hanya disuruh menunggu di rumah.

Jinhyuk yang sudah malas berdebat jika Seungyoun sudah dalam mode protektifnya, hanya menghela nafas. Mereka sempat berhenti di salah satu toko bunga untuk membeli satu tangkai bunga matahari. Jinhyuk bilang bundanya menyukai bunga itu. Dulu di pekarangan rumah, bunda menanam bibit bunga matahari. Hanya saja sejak mulai sakit-sakitan tidak ada yang bisa mengurusnya. Akhirnya, semua bunga mataharinya mati.

'Tapi kenapa lo beli cuma satu?' tanya Youn.

'Kata penjual toko, bunga mataharinya udah ada yang mesen duluan. Buat dapet satu tangkai ajah harus berdebat dulu."

'Yeeu... si bego. Kan bisa beli di toko bunga lain.'

'Berisik ah, Youn!'

Seungwoo sendiri tidak banyak terlibat dalam percakapan Seungyoun dan Jinhyuk. Karena selain, hari ini dia yang bertugas menjadi supir, rasanya Seungwoo tidak terlalu mengenal Jinhyuk untuk berbincang. Walaupun kadang Seungyoun berusaha melibatkannya.

"Woo..? Lo gak papa? Dari tadi diem mulu," bisik Youn yang tidak ingin mengganggu doa Jinhyuk.

Seungwoo menoleh pada Youn. "Nggak kok. Abis dari sini ke mana?"

"Gak tau. Tergantung tur guidenya. Kalo kata dia kita bisa jalan-jalan dulu sebelum balik ke Seoul, hayuk. Langsung pulang, ngikut ajah."

Seungwoo lalu menatap Jinhyuk lagi. Pemuda itu sudah selesai berdoa. Ia bisa melihat Jinhyuk tersenyum seraya menyentuh batu nisan itu sebelum berjalan menghampiri mereka berdua.

"Udah?"

Jinhyuk mengangguk. "Udah. Mau jalan-jalan dulu, atau langsung balik?"

"Tergantung lo, Hyuk. Gue ngikutin lo ajah, biar gak ilang lagi," tukas Youn.

Jinhyuk mendengus. "Apa sih, Youn. Dibahas mulu dari tadi."

"Ya, terserah deh. Gue juga belom pesen tiket pulang ini. Kalo mau keliling Yeosu dulu, gue turutin deh. Kalo langsung pulang, ya tinggal pesen tiket."

Jinhyuk menghela nafas. Youn tidak bisa diandalkan jika sudah bersikap seperti itu. Ia lalu menatap pada Seungwoo yang sejak pagi ini tidak banyak bicara. Biasanya, pemuda itu juga sama berisiknya dengan Youn.

"Menurut lo gimana?" tanya Jinhyuk. "Mau pulang langsung apa jalan-jalan dulu?"

Seungwoo terkejut. Kenapa malah dia yang harus memutuskan? Seungwoo memandang Jinhyuk dan Seungyoun bergantian.

"Kok jadi gue?"

Seungyoun menepuk bahu Seungwoo. "Pikirin dulu deh sampe parkiran. Yuk, ah. Gue gak tahan lama-lama di pemakaman," ujarnya seraya berjalan meninggalkan pemakaman tersebut.

Jinhyuk dan Seungwoo mengikuti Seungyoun yang berjalan agak lebih cepat dari biasanya. Itu membuat Jinhyuk mendesis jengkel. Keduanya berjalan beriringan diantara jalan setapak batu melewati batu-batu nisan yang terpasang rapi. Dengan pohon-pohon akasia yang menjadi peneduh dari sinar matahari.

"Gimana?" tanya Jinhyuk lagi.

Seungwoo melirik pemuda itu. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. "Kalo gue bilang jalan-jalan dulu, kita bisa ke mana?"

Jinhyuk menoleh pada Seungwoo. Ia terlihat berpikir sejenak sebelum mengeluarkan ponsel. "Udah lama gak ke sini jadi gak tau banyak lokasi wisata. Kayaknya udah banyak berubah. Tapi gampanglah, sekarang bisa dicari lewat internet."

Portrait of YouWhere stories live. Discover now