Bagian 41

382 75 6
                                    

Seungwoo berhasil menemukan Jinhyuk.

Setelah berputar-putar area pemakaman yang cukup luas itu, Seungwoo menemukan Jinhyuk tengah berdiri di sebuah batu nisan besar. Seungwoo berjalan mendekati pemuda tersebut. Oh, rasanya Seungwoo bersyukur karena Jinhyuk tidak melupakan syal dan gloves, serta mantel tebalnya. Cukup tiga kali ia melihat tangan Jinhyuk yang memerah karena udara dingin.

Seungwoo menghembuskan nafas lalu berdiri di sebelah Jinhyuk. Menatap batu nisan yang tertera sebuah nama. Yoo Il Sang.

"Seneng banget dateng ke pemakaman," ujar Seungwoo seraya memasukkan kedua tangannya dalam saku mantel.

Jinhyuk tersenyum mendengarnya. "Karena sepi."

Alasan yang sama saat Seungwoo menemukan Jinhyuk sendirian duduk di salah satu meja taman danau kampus beberapa hari lalu. Ia mengernyit. Masih belum berani menatap Jinhyuk, jadi Seungwoo terus menatap batu nisan dihadapan mereka.

"Nggak sepi, ya. Banyak mayat di dalem tanah. Coba kalo ada virus zombie, mayatnya langsung bangun semua. Jadinya, rame deh."

Jinhyuk tertawa mendengar ocehan aneh Seungwoo. Dan sumpah, Seungwoo ingin memukul kepalanya sendiri karena bicara ngawur. Walaupun ia bertrerima-kasih atas ucapan ngawurnya itu, Jinhyuk bisa tertawa. Seungwoo benar-benar hanya ingin mendengar tawa pemuda itu.

"Aneh banget guyonan lo."

"Biarin. Tapi serius, kenapa deh lo ke sini? Sendirian. Dan, ini makam siapa?"

Jinhyuk menarik nafas lalu menghembuskan perlahan. "Makam Papa-nya Mama."

"Kakek lo?"

"Kakeknya Jinwoo."

"Tapi lo anak bokap nyokap lo. Jadi, kakek lo juga."

"Hanya karena status begitu, bisa langsung dianggep keluarga?"

Oh, Seungwoo kini paham. Ia lalu sedikit menghadap Jinhyuk, menatap pemuda yang sebagian wajahnya tertutup oleh syal tebal.

"Mau cerita gak?"

Jinhyuk menggeleng.

"Gue dengerin ajah. Gak komentar apa-apa."

Sekali lagi, Jinhyuk menggeleng. Seungwoo mendengus pelan. Pemuda dihadapannya ini benar-benar keras kepala. Lagipula apa susahnya bercerita dibandingkan dipendam sendirian. Toh, Seungwoo juga tidak akan mudah menghakimi, apa pun yang diceritakan oleh Jinhyuk.

"Kalo nangis ajah gimana?"

Sontak Jinhyuk meliriknya, memberikan tatapan tajam. Seungwoo hanya menyengir tanpa dosa.

Jinhyuk lalu mendesah pelan. Ia mengulurkan tangannya, mengusap batu nisan yang dingin tersebut. Kemudian ia berbalik berjalan pergi. Seungwoo mengikutinya. Keduanya berjalan beriringan di jalan setapak, dantara puluhan batu nisan yang berderet rapi.

"Lo gak mau kasih penjelasan tentang chat lo tadi? Tentang janji sama ekspetasi."

Jinhyuk memasukkan tangannya ke salam saku jaket setelah ia sedikit menurunkan syal dari wajahnya. Seungwoo kini bisa melihat wajah Jinhyuk sepenuhnya. "Gue pernah bikin janji. Ada banyak, kayaknya sampe puluhan janji. Tapi susah banget buat nepatinnya. Dari puluhan itu, gue baru bisa nepatin beberapa. Salah satunya, janji gue ke lo. Yang planetarium itu."

"Thanks udah ditepatin."

Jinhyuk bergumam. "Tapi, ya gitu. Sisanya kayak susah banget. Dan sampe sekarang mereka kayak nunggu gue buat memenuhi ekspetasi janji-janji itu."

"Mereka itu siapa?"

"Literally.. semua orang."

"Gue enggak."

Portrait of YouWhere stories live. Discover now