Bagian 43

348 71 3
                                    

Jinhyuk berada di mobil Seungwoo.

Mereka hendak menuju apartment Seungwoo yang dipilih sebagai tempat 'persembunyian' sementara bagi Jinhyuk. Dengan kondisi kampus yang tidak kondusif setelah berita tersebut dirilis, mereka memutuskan untuk membawa Jinhyuk pergi.

Sepanjang mereka meninggalkan perpustakaan menuju parkiran, ada banyak mahasiswa yang menunjuk-nunjuk ke arah Jinhyuk. Mereka mungkin hanya merasa terkejut dengan pemberitaan mengenai identitas anak-anak wakil menteri Lee yang salah satunya adalah Lee Jinhyuk.

Saat ini mereka mungkin hanya terkejut mengetahui fakta tersebut. Tapi siapa yang tahu bagaimana dengan reaksi selanjutnya.

"Jinhyuk...? Lo gak papa?" tanya Seungwoo.

Jinhyuk menoleh pada Seungwoo. Pemuda itu tidak menatapnya, matanya lurus memandang ke arah jalanan. Kedua tangannya memegang kemudi. Bahunya terlihat tegang. Walaupun dari nada bicaranya, Seungwoo berusaha untuk bersikap tenang.

Jinhyuk menghela nafas lalu berdeham pelan. "Beneran mau ke apart, ya?"

Seungwoo mengernyit. Ia melirik Jinhyuk sekilas, lalu pada ponsel yang tersimpan di dock-dashboard. "Lo mau ke tempat lain?"

"Boleh?"

Seungwoo mengangguk. Tangannya lalu menyentuh layar ponsel –mencari kontak Seungyoun. "Boleh. Gue bilang Seungyoun dulu."

"Gak perlu!" seru Jinhyuk yang menahan pergelangan tangan Seungwoo. Tapi dengan cepat menariknya. Dengan kikuk Jinhyuk meremas tangannya sendiri.

Tangan Seungwoo kembali memegang kemudi. "Kalo kita gak bilang Seungyoun, nanti dia langsung ke apart dan bakal nungguin. Kasian, Hyuk. Udah gitu, Wooseok sama Yohan juga mau nyusul setelah kelas kan?"

Jinhyuk masih diam. Matanya tidak lagi menatap Seungwoo. Tapi dari gerak-gerik tubuhnya, Seungwoo tahu kalau Jinhyuk merasa gelisah. Seungwoo kemudian memilih untuk menepikan mobilnya terlebih dahulu. Ia harus memastikan kondisi Jinhyuk.

Setelah menepikan mobil, Seungwoo lalu menatap Jinhyuk. "Hey, lo beneran gak papa? Jujur ajah, Hyuk."

Jinhyuk masih belum merespon. Dia bahkan mengalihkan pandangannya agar wajahnya tidak bisa dilihat oleh Seungwoo. Tapi dengan kedua tangannya yang meremas erat dan nafas yang terlihat putus-putus, Seungwoo takut kalau Jinhyuk akan mengalami panic attack.

Seungwoo kemudian mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Jinhyuk lalu mengusapnya perlahan. Tangan Jinhyuk terasa dingin dan berkeringat. Rasanya begitu berat melihat Jinhyuk harus memendam emosinya seperti ini. Tapi Seungwoo tidak ingin memaksa Jinhyuk untuk bicara. Jadi, dia akan menunggu. Paling tidak sampai Jinhyuk merasa jauh lebih tenang.

"Gue gak kemana-mana, Jinhyuk. Masih di sini kok."

Jinhyuk menghembuskan nafas dari mulutnya. Rasa sesak yang sedari tadi ia rasakan, perlahan mulai hilang. Jinhyuk memejamkan matanya dan berusaha bernafas dengan teratur. Usapan lembut tangan Seungwoo cukup membantunya tetap berada dalam akal sehat.

Bahu Jinhyuk perlahan mulai turun. Tangannya sudah tidak mengepal kuat lagi. Dengan mudah, tangan Seungwoo menyelinap di antaranya dan menautkan jemari mereka. Dengan sedikit keyakinan, Jinhyuk akhirnya menoleh untuk memandang Seungwoo yang memberikan senyuman menenangkan. Jinhyuk menghela nafas. Entah mengapa dia merasa begitu lega.

"Merasa baikan?"

Jinhyuk mengangguk kecil. "Sorry."

"Gak perlu minta maaf. Jadi, lo mau dianter ke mana?" tanya Seungwoo lagi.

Jinhyuk hendak menjawab tapi ponsel Seungwoo berdering. Ada nama Seungyoun pada layar sebagai penelepon. Dengan tangannya yang lain, Seungwoo menjawab panggilan tersebut.

Portrait of YouWhere stories live. Discover now