Bagian 65

365 66 8
                                    

Minggu siang, akhirnya Papa pulang setelah hampir satu minggu di Belanda.

Setelah mandi lalu berganti pakaian, Mama mulai menceritakan tentang kejadian di exhibition A.R.T yang melibatkan reporter dari CBN pada Papa. Jinhyuk sendiri juga hanya memberikan penjelasan singkat tentang apa yang terjadi. Memang beruntung, berita itu sama sekali tidak tersebar. Pihak A.R.T juga sangat membantu untuk menyelesaikan masalah kemarin.

Papa tidak berkomentar banyak. Tidak memusingkan kejadian yang sudah selesai juga. Beliau hanya meminta Jinhyuk untuk berhati-hati saat di ruang publik. Bukan ingin bersikap berlebihan karena jabatannya, Papa hanya tidak ingin Jinhyuk terlibat dalam masalah.

Mama keluar dari ruangan kerja Papa begitu Jinwoo meminta bantuan untuk menyimpan buku-buku lamanya –karena dia sudah naik kelas jadi pasti akan mendapatkan buku baru. Jadi, Jinwoo ingin menyimpan buku lamanya agar ada ruang yang cukup.

Kini di ruangan tersebut, tinggal Jinhyuk dengan Papa.

Papa menatap Jinhyuk yang hanya duduk tertunduk dihadapannya. Terlihat begitu gusar. Seolah ada banyak hal yang menjadi beban pikirannya. Tapi melihat Mama hanya membicarakan tentang kejadian terkait reporter CBN itu, sepertinya Jinhyuk tidak mengatakan apa pun.

"Jinhyuk, ada yang mau kamu omongin lagi?"

Jinhyuk sedikit mengangkat kepalanya, melirik wajah Papa untuk memeriksa bagaimana mood Papa setelah pembicaraan tadi. "Papa gak mau istirahat dulu?"

Papa tersenyum tipis. "Nggak kok. Kalo kamu masih ada yang mau dibicarain sama Papa, ya bicara ajah, kak."

Jinhyuk terdiam. Seolah menimbang pilihannya. Papa sendiri dengan sabar menunggu. Jinhyuk bukan tipe anak yang mudah terbuka jika diajak bicara. Kecuali jika Jinhyuk sendiri yang memulai, Papa atau bahkan Mama sekalipun tidak akan mudah membujuknya untuk bicara.

Kemudian Jinhyuk menarik nafas perlahan. Ia mengangkat kepalanya, menatap sang ayah lekat.

"Ayah.." ucap Jinhyuk pelan.

Mata Papa terbelalak.

Setelah sekian tahun, Jinhyuk kembali memanggilnya dengan sebutan ayah. Sejak dibawa ke Seoul untuk tinggal bersama, pada awalnya memanggil beliau dengan sebutan ayah. Tapi semenjak Jinwoo lahir, panggilan Jinhyuk berubah.

Selain di malam natal ketika Jinhyuk pulang begitu larut, ini kali kedua Lee Dongwook mendengar panggilan 'ayah' dari Jinhyuk.

"Ya, kak?"

"Jinhyuk boleh tanya gak? Mungkin agak sensitive dan kalo Ayah gak mau cerita, ya gak papa juga."

"Tanya soal apa, kak?" tanya Papa dengan lembut.

Jinhyuk menggigit pipi bagian dalam mulutnya. Entah apakah menanyakan perihal masa lalu adalah hal yang tepat. Tapi ia perlu mengetahui sesuatu sebelum benar-benar mengambil keputusan.

"Dulu, kenapa Ayah sama Bunda bisa cerai?" tanya Jinhyuk dengan suara pelan.

Tapi cukup terdengar jelas di telinga Papa. Dan mendengar pertanyaan itu, Papa sebenarnya tidak terkejut. Hanya menunggu waktu sampai Jinhyuk datang dan bertanya. Papa pikir Jinhyuk akan menanyakan hal tersebut ketika ia mulai tinggal bersama mereka. Nyatanya, perlu belasan tahun.

"Alasan Ayah sama Bunda cerai, ya? Sedikit rumit sih kalo diceritain, kita bisa semalaman di sini."

"Oh."

Well, itu adalah masa lalu. Papa mungkin sudah enggan menceritakannya. Toh, lagipula Bunda sudah meninggal. Tidak ada gunanya juga kan membicarakan orang yang sudah pergi. Jinhyuk memaki dirinya sendiri karena mengungkit hal itu.

Portrait of YouWhere stories live. Discover now