Bagian 47

411 78 17
                                    

Jinhyuk hendak turun dari mobil ketika dengan begitu tiba-tiba Seungyoun membuka pintu mobil dan memanjat masuk. Jinhyuk sedikit bergeser untuk memberi ruang. Seungyoun juga memberi perintah agar kedua agen NSA yang duduk di kursi depan untuk keluar karena ia ingin bicara dengan Jinhyuk secara pribadi.

Tentu saja, dua agen itu tidak akan menurut pada Seungyoun. Jadi, Jinhyuk harus ikut bicara agar Seungyoun tidak merasa kesal.

"Tolong tunggu di luar, ya, Pak. Paling cuma sebentar."

Dua agen NSA itu lalu memanjat keluar mobil dan memperhatikan situasi sekitar. Jinhyuk menghembuskan nafas berat dan menoleh pada Seungyoun yang memandanginya dengan jengkel.

Seungyoun mendengus lalu melipat kedua tangannya di depan dada sembari bersandar di kursi. Hari ini adalah hari liburnya. Biasanya, pukul delapan hari Senin dia baru bangun, tapi sekarang dia sudah berada di parkiran kampus.

Jinhyuk memperhatikannya dalam diam. Situasi di dalam mobil itu begitu sunyi dan canggung. Terlebih di luar sedang turun salju. Mood Seungyoun yang sudah buruk karena dia harus keluar rumah di hari Senin, jadi tambah buruk.

"Gue gak peduli ya kalo lo gak ikut liburan," ucap Seungyoun pelan.

Nada bicara Seungyoun membuat Jinhyuk bergidik. Untuk pertama-kali sejak mereka berteman selama dua tahun, Jinhyuk tahu bagaimana Seungyoun kalau dia tengah marah. Ini adalah salah satunya.

Kemudian Seungyoun menatap Jinhyuk dengan serius.

"Tapi yang bikin gue gak habis pikir itu, kenapa lo malah keluar dari grup dan ngedorong kita semua menjauh. Dari semalem, di otak gue mikirin begitu banyak alasan yang menurut gue masuk akal. Gak ada, Hyuk. Gak ada yang masuk akal. Coba dong, jelasin ke gue. Seenggaknya gue juga punya jawaban buat yang lain."

"Tau gak, semaleman Chan ngekirim chat berderet sampe jam dua pagi. Isinya marah-marah gak jelas ke gue. Bilang gak bisa ngehubungin lo. Di chat cuma ceklis satu. Bahkan pakai nomor lain pun sama ajah. Bukan cuma Chan sih sebenernya. Hampir semuanya, mereka coba ngehubungin lo tapi sama sekali gak ada jawaban. Coba dong bantuin gue kali ini."

"Youn..."

Seungyoun menggeleng. "Jelasin ajah, Hyuk. To the point! Gue gak butuh alasan lo yang muter-muter."

"Seungyoun, Please."

Heck! Kelemahan Seungyoun jika Jinhyuk sudah begini. Bahkan tanpa perlu ada penjelasan panjang lebar, Seungyoun sebenarnya bisa mengerti. Ia begitu mengerti ada begitu banyak tekanan yang dirasakan oleh Jinhyuk. Wakil menteri Lee mungkin sudah memberikan klarifikasi tapi bukan berarti ini sudah selesai. Terlebih masalah di dalam keluarga Lee dan keluarga Yoo.

Ini belum selesai. Masih akan ada masalah yang timbul. Dan Jinhyuk hanya berusaha meminimalisasi agar teman-temannya tidak ikut terlibat. Setidaknya, jika Jinhyuk menjaga jarak dengan mereka di kampus, mahasiswa lain tidak akan bergosip yang aneh-aneh tentang Seungyoun dan lainnya. Jinhyuk mungkin hanya butuh sedikit waktu agar semuanya benar-benar tenang.

Tapi Seungyoun tidak bisa tutup mata begitu saja. Pemuda itu mengerang kesal sembari mengacak rambutnya.

"Terserah lo deh."

Seungyoun lalu membuka pintu mobil dan beranjak keluar. Seungyoun menatap Jinhyuk yang masih di dalam mobil. Salju perlahan turun, menyentuh kepala Seungyoun dan menimbulkan sensasi dingin. Seungyoun merapatkan mantelnya.

"Tapi lo perlu tahu satu hal, Hyuk. Lo bisa hubungin gue kapan ajah. Jangan selalu dipendem sendirian. Yang ada lo makin sakit."

Dengan membiarkan pintu tetap terbuka, Seungyoun berjalan menjauhi mobil tersebut. Jinhyuk sendiri hanya bisa memandangi punggung pemuda yang perlahan menjauh. Jinhyuk menghela nafas pendek lalu memanjat kelaur dari mobil. Masih ada kelas yang harus ia ikuti.

Portrait of YouWhere stories live. Discover now