Bagian 2

530 93 8
                                    

Seungwoo celingukan sendiri di gedung FE. Dia sedang mencari Seungyoun. Di pesan terakhir, Youn bilang kalau dia masih di gedung jurusannya. Tapi sejak sepuluh menit di telepon, orangnya tidak mengangkat panggilan Seungwoo. Batas kejengkelannya sudah makin memuncak ketika panggilannya malah direject.

Bangsat!

Akhirnya, Seungwoo berjalan keluar gedung sembari berusaha menghubungi Sejin. Paling tidak, Sejin adalah orang yang paling tahu di mana Seungyoun sekarang.

"Sejin? Lo lagi sama Youn gak?" tanya Seungwoo sembari melipir. Dia takut menghalangi jalan mondar-mandir mahasiswa lain.

"Seungyoun? Bukannya dia gak kuliah hari ini? Dia kan selalu males kalo kuliah hari Senin."

"Anj-! Dia nyuruh gue ke gedung FE. Ada yang mau gue tanyain soalnya. Emang bangke ya laki lo!"

Diseberang telepon Sejin hanya tertawa –puas sekali saat tahu kalau Seungwoo dikerjai.

"Ya udah samperin ke rumahnya lah. Lagian percaya banget sih sama Youn. Mau ajah disuruh nyamperin dia ke gedung FE segala. Biasanya juga ketemuan di kantin."

Seungwoo mendengus. Ia lalu berjalan ke area parkir. Mau ke rumah Seungyoun. "Gak tau, ah. Gue teleponin dari tadi juga gak diangkat. Terakhir malah direject. Thanks ya, Jin."

Sejin hanya menggumam pelan lalu sambungan terputus. Seungwoo kemudian setengah berlari menuju mobil hitamnya.

*****

Seungyoun sedang tiduran di sofa besar ruang tengah sembari menonton televisi –padahal jam siang seperti ini tidak ada tontonan menarik– saat Seungwoo datang. Dan ia hanya tertawa ketika Seungwoo setengah melempar tas ranselnya ke single sofa. Youn bisa melihat kalau Seungwoo sedang jengkel.

"Selamat siang Bapak Han yang terhormat," sapa Youn.

Seungwoo mendelik. Ia memberi isyarat agar Seungyoun mengubah posisi tubuhnya agar ia bisa ikut duduk. Untuk kali ini, Seungyoun menurut. Jika Seungwoo semakin kesal, Youn bisa kena masalah. Selepas Youn duduk, Seungwoo menjatuhkan tubuhnya di sofa empuk itu. Ia menendang kaki Youn.

"Brengsek lo!"

Youn hanya tertawa keras. "Lah kenapa?"

"Ngapain lo nyuruh gue ke gedung FE padahal lo gak ngampus,"

"Mohon maaf ya Bapak Han. Tadi yang nelpon tapi langsung diputus siapa? Gue belom jawab apa-apa padahal. 'Youn, lo di kampus kan? Gue ke gedung FE ya. Penting!' Inget gak?"

"Ya, terus kenapa pas gue telpon, lo malah reject?"

"Biar lo sadar sendiri. Nelpon Sejin kan lo?"

Seungwoo bergumam pelan. Ia melirik layar televisi besar. Seungyoun tengah menonton sebuah film dokumentar. Itu membuatnya mengernyit. Bukan tipikal tontonan seorang Cho Seungyoun.

Seungyoun lalu berdiri dan beranjak ke dapur. "Mau minum apa Bapak Han?"

"Cola dingin!" teriak Seungwoo seraya meraih remote televisi, mengubah salurannya menjadi Netflix.

Selagi Seungwoo mencari daftar tontonan, Youn kembali dengan membawa dua kaleng cola dingin. Ia menaruhnya di atas meja dan kembali duduk di ujung sofa. Ia melirik Seungwoo yang tengah fokus pada layar televisi.

"Jadi..." mulai Youn. "Lo mau ngomong soal apa? Katanya penting."

Seungwoo akhirnya memilih satu tayangan series. Ia menaruh remotenya kembali ke meja dan beralih meraih kaleng cola. "Cowok yang kemaren ketemu di kantin KLE. Kata Sejin itu Jinhyuk," ujarnya seraya membuka kaleng cola tersebut.

Kedua alis Youn bertaut. Aneh sekali, Seungwoo datang untuk bertanya tentang Jinhyuk. "Iya. Kenapa? Lo penasaran?"

Setelah beberapa teguk, Seungwoo mengangguk. Ia menaruh kembali kaleng soda itu ke meja dan menatap Youn lekat. "Sedikit. Soalnya lo gak pernah sebut nama dia."

"Terus?"

"Ya, gak papa. Tanya ajah. Jinhyuk siapa. Sejin cuma ngomong sedikit tentang dia."

"Ngomongin apa?"

Seungwoo memandang Youn lama. Dia tidak pernah melihat Youn bersikap bertele-tele seperti ini. Dia biasanya to the point. Jadi, melihat Seungyoun yang terus-menerus bertanya seolah mengulur waktu membuat Seungwoo semakin penasaran.

"Lo gak mau cerita tentang dia?"

Youn menghela nafas. Ia menegakkan tubuhnya. "Bukan hak gue. Dan gue yakin Sejin pasti juga udah bilang sama lo, kalo gue gak cerita tentang Jinhyuk artinya gue udah diwanti-wanti sama orangnya. Sejin juga gitu kok. Jadi, Sejin udah cerita apa ajah tentang Jinhyuk ke lo?"

"Kalo Jinhyuk orangnya rada tertutup. Trus dia ngambil double degree. Ekonomi sama sastra. Udah, itu ajah."

Youn menghembuskan nafas. Seungwoo bisa melihat sedikit kelegaan.

"Yaudah. Cukup segitu ajah yang lo perlu tau. Kalo lo masih penasaran, ya kenalan langsung."

Seungwoo memutar matanya. "Gimana kalo gue bilang, gue ketemu dia di convenience store minggu lalu? Hari Rabu kemarin pas gue balik ke rumah."

Youn terdiam. Kemudian ia mengangkat bahunya dan menonton series yang dipilih Seungwoo. "Trus? Masalahnya di mana?" sahutnya ringan.

"Soalnya pas gue balikin catatan Sejin di perpus hari Jumat sebelumnya, gue juga ngeliat dia pake sepatu sneakers yang udah jadi inceran gue dari enam bulan lalu. Jadi, penasaran ajah. Dia yang cuma kerja part-time di convenience store, bisa beli sepatu semahal itu. Padahal uangnya bisa dipake buat biaya dia kuliah. Ya kecuali...."

Kali ini, Seungwoo blak-blakan. Youn juga terus menanggapinya dengan bertele-tele, seolah tidak ingin membicarakan tentang Jinhyuk ini. Tapi siapa yang sangka kalau Youn tiba-tiba menendang Seungwoo dengan keras.

"Anjing! Sakit bego! Ngapain sih lo nendang gue?!"

"Lagian mulut lo itu gak ada filternya! Katanya mau jadi kandidat ketua BEM tahun depan. Tapi ngomongnya kayak gak punya adab!"

"Apa sih Youn? Gue emang ngomong apa? Gue bahkan gak nuduh dia apa-apa, tapi lo malah nendang gue."

"Kalo lo nuduh, bukan cuma gue yang tendang lo. Tapi Hangyul juga!"

Satu alis Seungwoo naik. "Hangyul? Anak klub Taekwondo yang kemaren ikut turnamen nasional?"

"Iyalah! Siapa lagi. Kalo perlu, lo juga bakal dihajar sama Yohan!"

Oke, reaksi Youn sekarang sudah berlebihan. Seungwoo bahkan belum mengatakan hal negatif apa pun tentang Jinhyuk ini. Masih sebatas asumsi. Tapi kenapa Youn malah membawa nama Hangyul dan Yohan untuk menghajarnya. Kenapa Youn begitu protektif pada Jinhyuk?

Seungwoo menghela nafas. Tontonan di televisi sudah tidak menarik. "Oke, sorry. Tapi ya gue cuma penasaran. Kalo dia bisa beli sneakers itu sendiri, trus buat apa dia kerja part-time? Lo tahu kalo rumah gue itu jauh dari kampus. Kalo dia mau kerja part-time kenapa gak yang deket kampus ajah? Atau minimal deket daerah rumahnya. Atau jangan-jangan dia juga tinggal di daerah situ?"

"Sumpah ya, Woo. Sejak kapan sih lo berubah jadi kepo-an gini? Biasanya lo juga bodo amat sama orang yang gak lo kenal. Kenapa lo tanya banyak hal tentang temen gue? Cuma beralaskan rasa penasaran. Kalo setiap adu argument kasus, apa lo juga ngasih alasan 'cuma penasaran' sama lawan lo?"

Seungwoo menghembuskan nafas. Sebenarnya ucapan Seungyoun juga membuat dia berpikir. Kenapa ia begitu keras kepala bertanya soal Jinhyuk ini? Apa iya hanya karena penasaran semata? Tapi biasanya dia tidak pernah bersikap ini. Jadi, bukan hanya Seungyoun yang bingung, Seungwoo juga bingung dengan sikapnya sendiri.

"Seungwoo..."

Seungwoo sontak menoleh pada Youn. "Ya?"

"Daripada lo tanya sama gue, mending lo tanya langsung anaknya ajah. Gue kenalin sama Jinhyuk, gimana?Tapi ada syaratnya. Kalo kata dia engga, ya enggak. Lo gak boleh maksa."

Portrait of YouWhere stories live. Discover now