Seungwoo kini berada di dalam kamar Jinhyuk. Untuk yang kedua kali.
Tapi yang punya kamar sedang turun ke dapur untuk membawakan minum dan beberapa makanan kecil. Padahal itu tidak perlu. Seungwoo hanya perlu menjelaskan tentang apa yang dikirimnya di chat beberapa hari lalu. Mungkin tidak akan lama, jika Jinhyuk tidak berniat memperpanjang. Toh, yang Seungwoo inginkan hanya Jinhyuk yang tidak salah paham.
Seungwoo merasa canggung di kamar tersebut. Ia memilih duduk di sofa dekat jendela yang terbuka. Membiarkan udara dingin masuk memenuhi ruangan. Merasa aneh, kenapa Jinhyuk malah membuka jendela di saat cuaca dingin seperti ini. Seungwoo menutup jendela tersebut dan menunggu.
Berselang lima menit, Jinhyuk kembali dengan membawa tray berisi dua gelas minuman dan beberapa jar kaca berisi cookies. Dengan cepat, Seungwoo menghampiri Jinhyuk untuk mengambil tray tersebut dari Jinhyuk yang sedikit kesulitan.
"Makasih," gumam Jinhyuk yang menutup pintu.
Seungwoo membawa tray tersebut ke sofa. Karena tidak ada meja, jadi dia hanya menaruhnya di sofa. Seungwoo duduk di ujung dan Jinhyuk di ujung lainnya.
"Padahal gak perlu repot gini," ujar Seungwoo.
"Gak papa. Jendelanya lo yang tutup?" tanya Jinhyuk yang menyadari kalau tiga jendela kamarnya sudah tertutup.
Seungwoo mengangguk. "Udaranya dingin, Hyuk. Kok lo bisa tahan sih?"
"Cuma butuh udara ajah," tukas Jinhyuk sembari mengambil satu gelas mug berisi teh hangat.
Ia menyeruput perlahan agar tidak membakar lidahnya. Kedua tangannya menangkup mug tersebut dan membiarkan sensasi hangat menyebar.
Jinhyuk melirik Seungwoo. "Jadi, mau ngobrol apa?"
"Sebenernya lo tau apa yang bakal gue mau bahas, Hyuk," tutur Seungwoo.
Seungwoo menatap Jinhyuk dengan lekat. Hanya saja pemuda itu malah seperti menghindari kontak mata dengannya. Jujur, terasa aneh. Saat mereka bertemu tidak sengaja di ice-rink Legiun, Seungwoo bisa melihat kalau Jinhyuk berubah tegang saat ia menghampirinya.
Seungwoo menarik nafas. "Lo emang udah bilang kalo lo gak marah sama gue soal chat kemarin. Tapi gue cuma pengen ngasih penjelasan. Seungyoun bilang lo bisa kambuh karena stress walaupun lo udah minum obat. Itu kenapa gue bereaksi begitu di saat lo bilang kalo gue gak perlu khawatir berlebihan.
Literally, lo kayak mengabaikan kondisi lo sendiri. Padahal lo yang seharusnya tau persis sama kondisi lo saat itu. Tolong, jangan ngeremehin kondisi lo. Kalo lo stress atau ngerasa penat, lo bisa cerita. Apapun itu. Sama gue atau sama yang lain. Jangan dipendam sendirian, Hyuk. Ya?"
Jinhyuk tidak mengatakan apapun. Dia bahkan masih belum ingin menatap Seungwoo. Sesekali, Jinhyuk menyeruput teh hangatnya. Dan jika Jinhyuk dalam mode seperti ini, Seungwoo seharusnya mengambil langkah mundur dan membiarkan Jinhyuk sendiri.
Tapi kali ini dia tidak bisa melakukannya. Seungwoo tidak ingin Jinhyuk terus tenggelam dalam pikiran negatifnya saat ini.
Insting impulsive Seungwoo kembali aktif.
Hitungan millisecond, Seungwoo sudah berdiri. Ia mengambil mug itu dari tangan Jinhyuk dan menaruhnya ke atas tray. Jinhyuk terkesiap dengan tindakan tiba-tiba Seungwoo. Apalagi kini, pemuda itu menarik Jinhyuk agar berdiri.
"Seu-...."
Ucapan Jinhyuk terhenti ketika Seungwoo menarik tubuhnya dan mendekapnya erat. Satu tangan Seungwoo menepuk-nepuk punggung Jinhyuk, lainnya mengusap kepala Jinhyuk. Karena Jinhyuk lebih tinggi sedikit darinya, Seungwoo menyembunyikan setengah wajahnya di bahu pemuda itu.
YOU ARE READING
Portrait of You
FanfictionAwalnya penasaran. Akhirnya malah jadi sayang ***COMPLETED***