"Lo balik ke apart?"
Seungwoo bergumam. Matanya terfokus pada dua hadiah yang diberikan Jinhyuk padanya. Sementara di seberang layar laptop ada Seungyoun yang mengernyit memperhatikannya. Dibandingkan dengan chat, Seungwoo meminta agar mereka bicara lewat skype. Dan itu memperlihatkan jelas ekspresi kelelahan Seungwoo.
"Lo kenapa deh? Tadi baik-baik ajah."
Seungwoo menarik nafas dan menatap Seungyoun di layar. "Tadi Jinhyuk kambuh. Tapi untungnya dia bawa obat. Jadi, udah gak papa."
Seungyoun tidak mengatakan apa pun. Tapi raut wajahnya terlihat kalau Seungyoun khawatir. Seungwoo bisa melihat Seungyoun meraih ponselnya dan tengah sibuk mengetik sesuatu. Mungkin ingin menghubungi Jinhyuk.
"Jangan ditanya yang macem-macem, Youn," ujar Seungwoo.
Seungyoun melirik sekilas. "Engga. Tenang ajah."
"Terus gimana?" tanya Seungyoun setelah menaruh ponselnya.
"Dia langsung minum obat, tapi minta gue gak langsung antar pulang. Mau nenangin diri dulu, takut ketauan kayaknya. Jadi, gue cuma ngiterin area rumah dia ajah. Ada kali hampir satu jam," cerita Seungwoo.
"Kayaknya dia stress deh. Jinhyuk tuh rajin minum obat. Tapi kalo sampe kambuh kayak gitu, antara level stressnya udah tinggi banget atau kondisi badannya yang gak fit."
Seungwoo menghela nafas. "Youn..."
"Hm?"
"Gue gak mau liat dia kesakitan kayak tadi."
Kali ini giliran Seungyoun yang menghela nafas panjang.
"Ya, emang siapa sih yang mau sakit, Woo. Jinhyuk juga pengen sembuh kali. Tapi kondisi dia emang gak memungkinkan. Kecuali dia harus operasi lagi. Dia pernah cerita kalo dia dikasih dua opsi. Operasi atau ngurangin jadwal kegiatan dia."
Seungwoo bergumam. Tapi kemudian ia menyadari sesuatu. Mengenai dua opsi itu. Seungwoo sama sekali tidak tahu apa-apa. "Youn, dua opsi yang lo maksud..."
"Iya, cuma lo yang gak dikasih tau. Pembelaan dari gue, waktu itu lo lagi ada kompetisi moot court. Jadi, gue mikirnya Jinhyuk sengaja gak ngasih tau lo atau bahkan gak ngomongin di grup, karena takut lo malah kepikiran. Jangan kecewa, Woo."
Jangan kecewa, Seungyoun bilang. Tentu saja, Seungwoo merasa kecewa. Diantara mereka berdelapan, hanya dia yang sepertinya tidak tahu apa-apa soal dua opsi itu. Seolah Seungwoo tidak dianggap ada. Apapun alasan yang dikatakan oleh Seungyoun.
"Lo marah?"
Seungwoo mendelik. "Dikit. Berasa gak dianggep ajah."
"Ngerti. Tapi dilihat dari sisi Jinhyuk jugalah. Jangan cuma ego lo ajah."
Seungwoo mengusap wajahnya. Ia menyibak rambutnya kasar. "Terus gimana? Dua opsi itu. Dia gak operasi. Terus, ngurangin jadwal. Udah gak kerja di convenience store lagi, kan. Apalagi?"
"Ngundurin diri dari KLE. Jadi, mulai semester depan dia fix mahasiswa FE doang."
"Kok?!"
Seungyoun mengangkat bahu. "Udah keputusan dia, Seungwoo. Udah ya, jangan ditanyain lagi tentang itu. Tadi lo mau ngomongin apa sama gue? Udah malem nih."
*****
Jinhyuk sudah ingin tidur ketika pintu kamarnya diketuk. Ia mengijinkan masuk dan ternyata Mama yang mengetuk pintu. Mama yang sudah memakai piyama itu tersenyum dan berjalan menghampiri tempat tidur. Beliau duduk di tepi tempat tidur menatap Jinhyuk yang kembali duduk bersandar.

YOU ARE READING
Portrait of You
FanfictionAwalnya penasaran. Akhirnya malah jadi sayang ***COMPLETED***