Bagian 46

377 72 22
                                        

Jinhyuk memperhatikan Papa yang tengah merapikan pakaiannya. Ada dua staff yang membantu. Hari ini, situasi rumah masih begitu ramai. Saat ia pulang dari kampus, ada beberapa kerabat dari keluarga Papa dan keluarga Mama yang datang –salah satunya Om Jinwook.

Sore ini, Papa akan melakukan konferensi pers terkait berita kemarin.

Mama sebenarnya sudah meminta Jinhyuk untuk menunggu di kamar saja, tapi pemuda itu menolak. Dia memilih duduk di meja counter dapur, memperhatikan situasi. Jinwoo sendiri sudah diungsikan ke rumah saudara Mama. Dengan puluhan wartawan yang masih berkeliaran di sekitar area rumah, itu hanya akan membuat Jinwoo merasa tertekan.

Jinhyuk memperhatikan Papa yang tengah membaca sebuah kertas di tangannya. Sebuah press-release terkait berita kemarin. Dan karena berita itu terkait masalah pribadi, Papa mengusulkan agar membacakan press-release itu di rumah.

"Naik ajah ke kamar," ucap Om Jinwook.

Jinhyuk melirik sang Om lalu menggumam pelan. "Iya, nanti, Om."

"Setelah ini, jangan buat masalah lagi, ya. Nggak kasian sama Papa dan Mama kamu?"

"Iya, Om. Maaf."

Om Jinwook hanya mendengus saat mendengar ucapan Jinhyuk tersebut. Beliau lalu berjalan mengambil sebuah cangkir dan mengisinya dengan kopi. Tak lama, Om Yoo Jung –salah satu kerabat Mama memasuki area dapur. Pria yang seumuran dengan Om Jinwook itu melihat Jinhyuk sekilas lalu menghampiri Om Jinwook.

"Hampir siap," ucap Om Yoo Jung.

"Hanya lima belas wartawan yang diijinkan, bukan?"

"Iya. Dan mereka juga sudah menanda-tangani surat kesepakatan."

Om Jinwook mengangguk. "Itu bagus."

Jinhyuk kemudian merasa kalau kedua om-nya tersebut tengah menatapnya dengan penuh penghakiman. Ia menghela nafas pendek lalu turun dari stool. Tanpa mengatakan apa pun, Jinhyuk berjalan menuju anak tangga.

Toh, sejak tadi, Jinhyuk sudah diperingatkan untuk tetap berada di kamarnya. Namun, begitu ia hendak menaiki anak tangga, Papa memanggilnya.

"Jinhyuk..."

Jinhyuk menoleh dan mendapati Papa sudah berjalan menghampirinya. "Ya, Pa?"

"Papa boleh bicara dulu sama kamu?"

Jinhyuk mengangguk kecil.

*****

Papa menutup pintu kamar Jinhyuk dengan perlahan.

Jinhyuk sendiri sudah duduk di kursi meja belajarnya. Sang Papa duduk di pinggir tempat tidur dan menatapnya dengan sendu. Masih ada senyum di wajah Papa. Jinhyuk punya asumsi. Tapi ia akan membiarkan Papa menjelaskan.

"Kamu mirip Bunda, ya."

Jinhyuk tertegun sejenak. Setelah, puluhan orang mengatakan kalau Jinhyuk mirip dengan Papa. Hari ini, dari mulut Papa sendiri, mengatakan kalau Jinhyuk mirip Bunda. Memang agak mengagetkan karena ini pertama-kali sejak Jinhyuk datang ke rumah ini, Papa menyebut Bunda.

"Kata kolega Mama, aku mirip Papa."

Papa tersenyum. "Mirip Papa juga. Tapi lebih banyak ke Bunda. Mama bahkan sampe iri."

Well, untuk pernyataan itu, Jinhyuk tidak tahu bagaimana harus meresponnya.

"Hari ini gimana di kampus? Kamu risih, ya?"

Jinhyuk mengangkat bahu. "Udah resiko. Walaupun agak kaget juga. Tapi gak buruk-buruk banget."

Tidak sepenuhnya ucapan Jinhyuk tadi adalah kebohongan.

Portrait of YouWhere stories live. Discover now