70.

58.9K 5K 610
                                    

"kamu udah bangun?"

Aku tersenyum sembari melihat pantulan diriku di kaca kamar mandi, kemudian membalas pertanyaan Dokter David di sebrang sana melalui ponselku.

"Udah," kataku.

"Sorry, aku baru bangun. Tunggu setengah jam, aku akan ke sana,"

"Dave, santai aja. Flight kamu juga masih nanti sore,"

Dokter David terdengar menghembuskan nafasnya dari sebrang telfon "Iya, makanya itu. Besok aku udah gak ketemu kamu lagi,"

Aku memutar bola mataku malas.

"Aku mau mandi. cepat," kata Dokter David.

"Terus sarapan," timpalku.

"Dan sarapan," ulangnya yang membuatku tersenyum kecil.

"Aku akan sarapan dulu di bawah," kataku.

"Oke, sampai ketemu nanti,"

"Iya." kataku kemudian menutup panggilan telfon.

Aku menyengir pada pantulan diriku di cermin, lalu memastikan sekali lagi kalau gigiku sudah bersih kusikat. Dan setelahnya aku segera berjalan turun ke bawah.

Entah kenapa hari ini aku merasa berbeda, mungkin karena semalam aku bermimpi. Bermimpi pergi ke bulan, yang mana kalau di kehidupan nyata, sangat tidak mungkin aku akan pergi ke sana.

Saat tubuhku baru saja sampai di ambang pintu ruang makan, aku membulatkan mataku begitu terkejut ketika aku menemukan Mitha di meja makan, sedang sarapan bersama dengan kedua adikku dan juga ibuku. Setelah seminggu lebih semenjak Laura Marsudi berkunjung kerumahku.

Apa yang dia lakukan di sini?

Badanku tiba-tiba saja kaku di tengah jalan, ketika pemikiran kalau Geralt mungkin juga berada di sini terlintas.

Tidak mungkin kan dia di sini?

Perasaanku bahkan masih campur aduk. Aku tidak sanggup jika seandainya laki-laki itu memang benar berada di sini.

Kenapa Mitha bisa sarapan pagi di rumahku? Apakah ibu menelfon gadis itu setelah aku menceritakan semuanya kepada ibu? Sehingga Mitha ke sini untuk menegaskan kepada aku kalau dia sudah menjadi nyonya Widjaya?

"Guten Morgen, Schwester," kata Vero kepadaku.

"Guten Morgen, Kak," kata Mitha, menirukan gaya nada Vero, kepadaku

Aku memaksakan senyumku kemudian berdeham "pagi," kataku sedikit tercekat. Tenggorokanku rasanya seperti sedang di cekik.

Ibu tersenyum ke arahku, tersenyum sangat lebar. Kemudian ia menyuruhku untuk duduk di meja makan dan sarapan bersama.

"Jovie, sarapan dulu," kata ibuku.

Aku berjalan dengan was-was, memutari meja makan, mencari kursi paling jauh dari jangkauan Mitha sembari melihat ke kiri dan ke kanan. Takut-takut kalau laki-laki itu memang benar ada di sini.

Perutku jadi melilit bahkan hanya karena membayangkannya saja.

"Nanti gw ikut jalan bareng ya kak," kata Havi, yang sedang memakan telur mata sapinya dengan tomat "gw udah bilang bang David,"

"Oh, Dokter David di Jerman?" Tanya Mitha, alisnya berkerut dalam.

Aku hanya mengangguk. Tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bukannya apa, aku masih merasa tidak menapak di bumi setelah melihat kehadiran Mitha di rumahku.

"Mitha akan di Jerman selama dua hari," kata ibu.

Aku menoleh cepat ke arah ibu "Apa?"

"Mitha masuk Juilliard. Gila ga sih? Dia ada seminar di sini katanya," kata Vero dengan mulut penuh dengan roti bakar selai coklat.

MalfeliĉaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang