65.

53.2K 4.5K 454
                                    

👇Jangan lupa Vote!!! 👇

Happy reading!!

***

"Jovie, Turun sebentar,"

"Iya bu," kataku sedikit berteriak, menjawab panggilan ibuku dari bawah.

Aku menghembuskan nafasku, sembari menatap ponselku sendu. Sebenarnya, apa yang aku harapkan? Setelah tiga minggu tidak berhubungan sama sekali dengan Geralt, sekarang aku menunggunya menghubungiku? Begitu?

Apa aku sudah gila?

Tentu saja dia tidak akan menghubungiku duluan, mengingat jika waktu itu aku berteriak dengan kencang untuk memintanya meninggalkan aku. Lagi pula, atas dasar apa dia menghubungiku lagi? memohon maaf kepada aku?

Tidak masuk akal!

Aku menjambak rambutku sembari berteriak dalam hati. Menyadarkan diriku untuk bisa bersikap rasional dan berhenti untuk mengharapkan yang tidak-tidak.

Aku menaruh ponselku di kasur setelah aku mencarge ponselku. Kemudian aku segera turun untuk menemui ibu dan kedua adikku yang sedang bersantai di depan televisi.

"Kenapa, bu?" Tanyaku ketika aku sudah sampai di ruang televisi,

"Sini, kita nonton sama-sama siaran langsungnya," kata ibuku sembari menepuk sofa di sebelahnya, sementara kedua adikku, sedang duduk di atas karpet yang menghadap ke arah televisi.

"Siaran langsung apa?" Tanyaku, sembari duduk di atas sofa.

Ibuku tersenyum "karena ibu gak bisa ke sana, ibu minta tolong Roselin buat video call selama pernikahan Mitha berlangsung,"

Aku seketika saja mematung. Jantungku tiba-tiba saja berhenti berdetak.

"Apa?" Bisikku.

"Pernikahan Mitha dan Geralt. Jovie," kata ibuku "Havi, tolong kencangkan suaranya," pinta ibuku ke pada Havi.

Aku menelan ludahku dengan sangat kencang, ketika layar televisiku menampilkan seluruh dekorasi dari aula yang di pakai untuk pernikahan adik sepupuku itu.

Semuanya serba putih. Bunga, lampu, bahkan sampai semua tamu dan juga pramusaji di sana semuanya memakai pakaian berwarna putih.

Warna favorit Mitha.

"Jadi, benar-benar terjadi, ya?" Gumamku pelan, yang ternyata masih bisa di dengar oleh kedua adikku.

"Iya, hari ini. Lo sih, segala ke sini. Rugi bandar lo ninggalin acara yang isinya orang penting semua begitu," kata Vero sembari memutar bola matanya.

Aku terdiam, sembari menatap kosong ke arah layar televisi yang sudah di sambung dengan laptop adikku.

Tanganku bergemetar, ketika melihat Geralt dan Mitha memasuki aula, dan berjalan di sepanjang karpet.

Mitha mengenakan gaun mewah berwarna putih dengan punggung yang terbuka dengan lebar. Sementara Geralt, ia mengenakan jas berwarna putih, dengan dasi kupu-kupu berwarna senada.

Aku menarik nafasku putus-putus. Walaupun rasanya sulit untuk mengatakan ini, tapi hari ini mereka tampak serasi. Seakan mereka memang di takdirkan untuk bersama.

Aku berusaha keras untuk bersikap biasa saja, selama kami semua menonton siaran acara tersebut. Walaupun dalam beberapa waktu aku harus menahan nafasku karena menahan gejolak di hatiku, tetapi aku tetap berhasil.

Aku menggenggam tanganku sangat erat ketika, kedua pasangan di dalam televisi itu saling berpegangan tangan dan hendak mengucap janji.

Apa aku sanggup melihatnya? Tidak. Aku tidak sanggup. Aku mau pergi.

Vero menggelengkan kepalanya lalu berdecak dua kali "No wonder sih, si Mitha mau nikah sama si Geralt itu di umurnya yang masih kecil. Orang cowoknya modelan kaya gitu,"

Aku menahan nafasku. Rasanya sangat sesak.

"Entah juga ya. Seinget gw, si Mitha bukan orang yang kaya gitu," balas Havi.

"Hus," ibuku memegur "jangan ngomongin orang begitu," seraya layar televisi kami menunjukan wajah Geralt yang sedang menatap serius ke arah Mitha

"Aku Geralt Widjaya, berjanji untuk menjadikan kamu seorang istri untuk saling memiliki dan juga menjaga. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita," katanya lantang

Aku menggigit bibirku kencang. Sembari meremas kedua tanganku keras.

"Aku Mitha Nitidisastra. Berjanji akan menghormati kamu, dan menerima kamu dalam keadaan susah maupun senang. Menemani kamu sampai maut memisahkan. Dan juga aku berjanji akan menjadi istri yang baik," kata Mitha, matanya berkaca-kaca.

Geralt memasangkan cincin berlian di jari manis Mitha, dan begitupun sebaliknya.

"Sekarang saya dengan bangga, memperkenalkan kalian sebagai sepasang suami dan istri," kata si pendeta "kamu boleh mencium bibir istri kamu," lanjutnya dan tepuk tangan riuh terdengar menggema di dalam televisi, dan juga dari kedua adik dan ibuku.

Aku mengalihkan pandangku kesembarang arah, tidak mau melihat apapun yang pasangan suami istri di televisi itu lakukan. Sembari menahan nafasku.

"Akhirnya," kata ibu "Roselin, sampaikan salam ibu untuk Mitha dan Geralt,"

"Gw juga ya Rose, bilangin Mitha untuk buat janji ketemu sama gw pas gw nanti ke Jakarta," kata Vero.

Aku menghembuskan nafasku putus-putus. Dan tak berapa lama, aku merasakam seseorang memegang pahaku. Aku menoleh, dan menemukan Havi sedang menatapku sendu.

"Kak," kata Havi setengah berbisik.

Aku tersenyum ke arah adikku. Berusaha keras menampilkan senyum yang terbaik yang bisa ku berikan

"Lo kenapa kak?" Tanya Vero yang juga menatap ke arahku, ketika aku menoleh.

"Yaampun Jovie. Kamu nangis?" Tanya ibu.

"..." Aku tak menjawab dan hanya menatap ibu dalam diam.

Aku menangis?

Ibu menggeser tubuhnya mendekat ke arahku, kemudian ia memelukku erat "Mitha memang masih kecil. Kamu tidak perlu menangis seperti itu, ibu tahu kamu terharu,"

Aku menangis.

Ibu menepuk bahuku sayang "sudah-sudah. Masa di hari bahagia sepupu kamu. Kamu malah mewek begitu? Orang Mithanya aja bahagia," kata ibuku, berniat menenangkanku.

Namun hanya aku dan tuhan yang tahu, alasan sebenarnya mengapa aku menangis

"Aku mau ke kamar," kataku, lalu melepas pelukan ibu.

"Ya, jangan berlarut-larut Jovie," kata ibuku selagi aku sedang berjalan menjauh

Dan ketika aku sudah berada di kamar. Aku menutup pintu kamarku lalu langsung menguncinya.

Aku berjalan ke arah kasur, dan menutup seluruh wajahku dengan bantal lalu menangis lagi.

MalfeliĉaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang